HADITS KEWAJIBAN MENUNTUT
ILMU
Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits
Tarbawi
Dosen
Pengampu : Ridwan, M. Si

Kelompok I :
Sundari Yulianingsih(3130010)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
PEMALANG
Tahun Ajaran 2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Kalau
kita memperhatikan Al-Quran dan Hadits dengan seksama, maka kita akan menjumpai
berbagai ungkapan yang menunjukan dorongan kepada setiap orang muslim dan
mukmin untuk selalu menuntut ilmu ataupun belajar. Allan mengungkapkannya
dengan kalimat tentang perbandingan orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu, sebagaimana tertera dalam surat Az Zumar Ayat:9.
3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôèt tûïÏ%©!$#ur w tbqßJn=ôèt 3 $yJ¯RÎ) ã©.xtGt (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ
Artinya: “Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Az-Zumar:9)
Rasulullah
bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al-Rabi’ ibn Habib, mengatakan
bahwa “walau bi shin”, “Tuntutlah Ilmu ke Negeri Cina”, menandakan bahwa
seorang muslim wajib mencari walaupun jauh tempatnya sampai ke negeri Cina.
Maka
dari itu, dalam makalah ini akan lebih rinci penjabaran tentang hadits-hadits
yang mewajibkan seorang untuk menuntut ilmu, baik ilmu pengetahuan umum maupun
ilmu agama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kewajiban
Menuntut Ilmu
Mencari
ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, Rasulullah SAW bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ
فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya: " Menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim laiki-laki dan muslim perempuan"
(H.R. Ibnu Majah)
Hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim menjelaskan tentang menuntut ilmu:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ،
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ
وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ،
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ
فِيمَنْ عِنْدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk
menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah
berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka
membaca Kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka
ketenangan dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah
menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.”(HR. Imam Muslim)[1]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ النَِّبيُ صلى الله عليه وسلم : لاَحَسَدَ
إِلاَ فِي اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ مَا لاً فَسُِّلطَ عَلىَ هَلَكِتهِ
فيِ الَحقّ ِ, وَ رَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ الْحِكْمةَ فَهُوَ يَقْضِى ِبهَا
وَيُعَلِمُهَا (رواه البجاري)
Artinya :” Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah
ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang
diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua
orang yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya
kepada orang lain. (HR Bukhari)
Artinya : ”pelajarilah ilmu, karena sesunggunya mempelajarinya
karena Allah adalah takut Allah. Menuntutnya adalah ibadah,
mengulang-ngulanginya adalah tasbih, pembahasannya adalah jihad, mengajarkannya
kepada orang yang tidak tahu menjadi sedekah, memberikannya kepada ahlinya
adalah pendekataan diri kepada Allah. Ilmu itu teman sewaktu sendirian, dan
sahabat sewaktu kesepian, petunjuk kepada agama, penyabar dalam keadaan suka
dan duka, sebagai menteri ditengah-tengah teman, sejawat, menjadi keluarga yang
dekat ditengah-tengah orang yang asing, menjadi pelita jalan ke surga. Dengan
ilmu itu Allah mengangkat beberapa kaum, lalu Allah menjadikan mereka pemimpin,
pemuka masyarakat dan petunjuk jalan kepada kebajiknan. Jejak mereka diikuti
orang, dan perbuatan mereka diperhatikan orang. Para malaikat senang menemani
mereka, dengan sayap-sayapnya mereka mengusap orang-orang yang menuntut ilmu
itu. Semua makhluk yang basah dan yang kering menmohonkan ampunan bagi dosa
mereka, termasuk ikan laut dan semua binatang lanut, binatang buas dan binatang
ternaknya, termasuk langit dan seluruh binatang-binatangnya. (HR. Ibnu Hibban
dan Mu’adz)[2]
Hadits
tersebut menjelaskan beberapa kewajiban orang untuk menuntut ilmu dari pada
orang-orang yang berjihad dan menjelaskan beberapa derajat sebagaimana yang
dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang beriman dan berilmu, yaitu:
a.
Belajar
ilmu adalah bukti ketaqwaan kepada Allah, karena mematuhi perintahNya.
b.
Menuntut
ilmu termasuk ibadah, mengulang-ngulang termasuk tasbih, dan membahasnya
termasuk jihad.
c.
Mengajarkan
ilmu termasuk sedekah, dan memberikannya kepada orang yang akan menyebarkannya
termasuk pendekataan diri kepada Allah.
d.
Ilmu
menjadi teman dikala sendirian dan menjadi sahabat dikala kesepian.
e.
Ilmu
itu menjadi penerang jalan ke surga
f.
Orang
yang menuntut ilmu dengan ikhlas karena Allah, disukai para malaikat dan
dimohonkan ampun dari dosa-dosanya oleh semua makhluk Allah.
Kewajiban
menuntut ilmu agama khususnya sama pentingnya dengan jihad membela agama Allah,
ini berdasarkan firman Allah dalam surat At Taubah ayat 122:
$tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya: tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Surat At taubah ayat 122).
Sebab turun
ayat tersebut menurut riwayat Al Kalabi dari Ibnu Abbas ialah karena setelah
Allah mengecam keras orang-orang yang tidak menyertai Rasulullah Saw, dalam
peperangan, maka tidak ada seorang pun diantara kami yang tinggal. Meraka keluar
semua untuk berperang, sehingga tinggal Nabi Muhammad Saw, sendirian. Semangat
juang para sahabat itulah yang menyebabkan turun ayat tersebut. Berarti Allah
SWT tidak membernarkan orang ikut berprang semuanya tanpa sebagian yang tinggal
untuk memperdakan ajaran Islam. Bahkan Rasulullah Saw meyakinkan mereka dan
kita semua bahwa dalam menuntut ilmu itu mengandung nilai jihad yang tinggi dan
nilai-nilai lain yang tidak terdapat dalam peperangan. Ini berdasarkan hadits
yang diriwayatkan dari Mu’adz yang bersambung sanadnya hingga Rasulullah saw,
beliau bersabda:
B.
Semangat Di Dalam Mencari Ilmu Pengetahuan
Kalimat tauhid adalah dasar mutiara islam yang paling utama dan
pangkal dari segala sifat-sifat kemuliaan. Segala kebaikan yang dilakukan tidak
akan diterima tanpa mutiara kalimah ini.
Oleh karena itulah para sahabat pada permulaan Islam telah mengorbankan hampir
seluruh tenaga dan upaya mereka untuk menyiarkan kalimat tauhid ini dan
menentang dengan gigih terhadap semua pihak yang mencoba menghalangi mereka.
Walaupun mereka harus menyeberangi lautan dan menghadapi ganasnya peperangan
sehingga hanya memiliki waktu untuk menelaah dan mempelajari secara mendalam
ilmu pengetahuan agama.[3]
C. Ilmu Itu Membutuhkan Cinta dan Akhlak
yang Mulia
Ilmu itu
laksana manusia. Dia membutuhkan cinta orang yang menuntut ilmu. Diantara bukti
kecintaan seseorang adalah membaca suratnya berulang-ulang tanpa ada rasa jemu
atau bosan. Bahkan selalu mengharap-harapkan kedatangan surat berikutnya lagi.
Demikian orang yang mencintai ilmu, terutama ilmu wahyu Allah yang berupa Al
Qur’an. Ilmu juga membutuhkan akhlak
yang mulia dari setiap orang yang menuntut ilmu, Rasulullah Saw sudah
mengingatkan kita semua dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir r.a beliau
berkata: Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: janganlah kamu sekalian
menuntut ilmu itu untuk saling membanggakan diridengannya terhadap ulama/para
ilmuwan, untuk mendebat orang-orang yang bodoh dengannya dan untuk mengalihkan
perhatian orang banyak terhadapmu. Barang siapa yang berbuat demian (melanggar
larangan) itu, maka dia akan masuk neraka. (diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan
sanad yang shahih).
Maksudnya jangan salah niat dalam
menuntut ilmu. Jangan lupa menuntut ilmu adalah perintah Allah dan Allah juga
sudah memerintahkan kita untuk ikhlas dalam segala amal perbuatan. Jangan
sombong kepada Allah dan kepada manusia setelah menjadi sarjana dan menyandang
berbagai gelar. Jangan meremehkan Al Qur’an dan Sunnah setelah menguasai
berbagai macam ilmu pengetahuan agar tidak menjadi sarjana munafiq. [4]
D.
Kandungan
hadits dan Hubungannya dengan pendidikan
Dalam hadits Tersebut Rasulallah SAW menjelaskan bahwa wujud
pengorbanan yang diberikan oelh Allah kepada para penuntut ilmu terutama ilmu
syari’at. Para penuntut ilmu pengetahuan yang lain, juga akan mendapat
penghormatan semacam itu, selama ilmu-ilmu yang telah diperolehnya dipergunakan
sebagai sarana untuk memahamkan ilmu-ilmu syariat atau sekurang-kurangnya
dipergunakan untuk mengamalkan perintah syara’ ketetapan yang demikian ini
ditunjukkan oleh keumuman ungkapan “ilmuan” yang disebutkan secara nakirah
(indifinite article) dan juga adanya larangan-larangan mempelajari
ilmu-ilmu yang diharamkan. Karena membahayakan jiwa, pikiran, keluarga, badan,
harta, dan kekayaan.
Penghormatan
Allah kepada penuntut ilmu sebagaimana yang dilukiskan oleh Rasulallah dalam
hadits Abu Darda di atas adalah :
1.
Allah
akan melancarkan segala daya upaya penerapan ilmu yang telah diperolehnya
kepada amal yang shaleh, pembawa ke surga dan sekurang-kurangnya Allah menambah
ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
2.
Para
malaikat terutama yang bertugas meratakan rahmat dan mengatur kemasalahatan
umat, pada melebarkan sayapnya untuk menyambut dan memberikan salut kepadanya.
Penghormatan
para malaikat yang dilakukan dengan melipat sayapnya oleh para muhaddisin
apakah kalimat latadhul ajnihataha itu harus diartikan menuntut
kahikatnya atau dialihkan kepada arti majaznya.
1.
Mereka
yang enggan menta’wilkannya, mengartikannya. Harfiah kalimat tersebut
mengharuskan untuk diartikan bahwa para malaikat pada melipat sayapnya menukik
turun ke bumi untuk mengayomi para penuntut ilmu yang tekun mengikuti dan
menerima pelajaran yang sedang diberikan oleh sang guru atau rajin menelaah
kitab-kitab ilmu pengetahuan agama.
2.
Mengartikan
secara harfiah demikian rupa, biarpun pandangan manusia belum sanggup
mengindera bagaimana caranya para malaikat melipatkan sayap adalah dibenarkan
oleh kaidah umum yang telah diterima secara aklamasi oelh kebanyakan para ahli
ilmu, yang menetapkan bahwa setiap nash syari’at yang bias diartikan menurut
lahirnya hendaklah diartikan menurut hakikat yang ditunjuk oleh lafaz itu
sendiri selama tidak ada nash lain yang mengharuskan untuk menta’wilkan kepada
arti yang tiada terkandung dalam lafaz itu.
3.
Para
muhaddisin yang tidak hendak menyia-nyiakan intelejensinya, sebagai karunia
Allah untuk memahami nash-nash syari’at, yang memang sebenarnya nash-nash itu
di khitbahkan kepada orang-orang yang mampu menggunakan akalnya mengartikan
secara majaz. Oleh karena itu pelipatan sayap yang dilakukan oleh para malikat
itu tidak lian hanyalah sebagai berlambang tentang ketawadhuan (kerendahan
diri) mereka terhadap orang-orang yang layak mendapat penghormatan. Bukankah
penterjemah semacam itu senada dengan firman Allah dalam Q. Al-Syu’ara : 215
وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢١٥
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang
mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS.
Al-Syu’ara:215)
Sebagaimana dikemukakan pada penjelasan
di atas bahwa hadits yang dipaparkan ini sngat erat dengan didikan. Adapun
pokok-pokok fikiran yang diungkapkan oleh Rasulallah sawdalam hadits ini dalam
kaitannya dengan pendidikan antara lain :[5]
1.
Tentang kewajiban menuntut
ilmu ( belajar )
2.
Tentang kewajiban
mengajarkan atau mengembangkan ilmu pengetahuan.
BAB
III
PENUTUP
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa Menuntut ilmu adalah hal yang paling wajib yang
dilakukan manusia untuk memperluas wawasan sehingga derajat kita pun bisa
terangkat. Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Menuntut Ilmu diwajibkan atas orang islam
laki-laki dan perempuan”. “Utlubul
ilma minal Mahdi ilallahdi” setiap muslim bai perempuan maupun muslim
laki-laki wajib menuntut ilmu atau belajar dari dia lahir sampai dia meninggal
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Alfiah,
Hadis Tarbawi, Yogyakarta:
Nusa
Media Yogyakarta, 2011.
Al
Kandhalawi rah.a, Maulana
Muhammad Zakariyya, Kitab Fadhail A’mal, Bandung: Pustaka Ramadhan, 2001.
Bahreisy, Hussein,
Hadits Sohih Bukhari Muslim, Surabaya
: CV Karya Utama.
Muhammad, Abubakar, Hadits
Tarbawiyah, Surabaya : Al Ikhlas ,
1995.
[3]Maulana Muhammad
Zakariyya al Kandhalawi rah.a, Kitab Fadhail A’mal, (Bandung: Pustaka
Ramadhan, 2001), hlm. 631
bismillah... izin mengcopy ya teh!!! syukran
BalasHapus