Minggu, 15 Januari 2017

HADITS KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU



HADITS KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU
Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu : Ridwan, M. Si

Description: F:\Foto\logo STIT Warna.jpg

Kelompok I :
Sundari Yulianingsih(3130010)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
PEMALANG
Tahun Ajaran 2015/2016


BAB I
PENDAHULUAN

Kalau kita memperhatikan Al-Quran dan Hadits dengan seksama, maka kita akan menjumpai berbagai ungkapan yang menunjukan dorongan kepada setiap orang muslim dan mukmin untuk selalu menuntut ilmu ataupun belajar. Allan mengungkapkannya dengan kalimat tentang perbandingan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu, sebagaimana tertera dalam surat Az Zumar Ayat:9.
3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ
Artinya: “Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Az-Zumar:9)
Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al-Rabi’ ibn Habib, mengatakan bahwa “walau bi shin”, “Tuntutlah Ilmu ke Negeri Cina”, menandakan bahwa seorang muslim wajib mencari walaupun jauh tempatnya sampai ke negeri Cina.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan lebih rinci penjabaran tentang hadits-hadits yang mewajibkan seorang untuk menuntut ilmu, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agama.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kewajiban Menuntut Ilmu
Mencari ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, Rasulullah SAW bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

Artinya: " Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim laiki-laki dan muslim perempuan" (H.R. Ibnu Majah)

      Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menjelaskan tentang menuntut ilmu:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan  dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.”(HR. Imam Muslim)[1]


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ النَِّبيُ صلى الله عليه وسلم : لاَحَسَدَ إِلاَ فِي اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ مَا لاً فَسُِّلطَ عَلىَ هَلَكِتهِ فيِ الَحقّ ِ, وَ رَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ الْحِكْمةَ فَهُوَ يَقْضِى ِبهَا وَيُعَلِمُهَا (رواه البجاري)

Artinya :” Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain. (HR Bukhari)













Artinya : ”pelajarilah ilmu, karena sesunggunya mempelajarinya karena Allah adalah takut Allah. Menuntutnya adalah ibadah, mengulang-ngulanginya adalah tasbih, pembahasannya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu menjadi sedekah, memberikannya kepada ahlinya adalah pendekataan diri kepada Allah. Ilmu itu teman sewaktu sendirian, dan sahabat sewaktu kesepian, petunjuk kepada agama, penyabar dalam keadaan suka dan duka, sebagai menteri ditengah-tengah teman, sejawat, menjadi keluarga yang dekat ditengah-tengah orang yang asing, menjadi pelita jalan ke surga. Dengan ilmu itu Allah mengangkat beberapa kaum, lalu Allah menjadikan mereka pemimpin, pemuka masyarakat dan petunjuk jalan kepada kebajiknan. Jejak mereka diikuti orang, dan perbuatan mereka diperhatikan orang. Para malaikat senang menemani mereka, dengan sayap-sayapnya mereka mengusap orang-orang yang menuntut ilmu itu. Semua makhluk yang basah dan yang kering menmohonkan ampunan bagi dosa mereka, termasuk ikan laut dan semua binatang lanut, binatang buas dan binatang ternaknya, termasuk langit dan seluruh binatang-binatangnya. (HR. Ibnu Hibban dan Mu’adz)[2]
Hadits tersebut menjelaskan beberapa kewajiban orang untuk menuntut ilmu dari pada orang-orang yang berjihad dan menjelaskan beberapa derajat sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang beriman dan berilmu, yaitu:
a.       Belajar ilmu adalah bukti ketaqwaan kepada Allah, karena mematuhi perintahNya.
b.      Menuntut ilmu termasuk ibadah, mengulang-ngulang termasuk tasbih, dan membahasnya termasuk jihad.
c.       Mengajarkan ilmu termasuk sedekah, dan memberikannya kepada orang yang akan menyebarkannya termasuk pendekataan diri kepada Allah.
d.      Ilmu menjadi teman dikala sendirian dan menjadi sahabat dikala kesepian.
e.       Ilmu itu menjadi penerang jalan ke surga
f.       Orang yang menuntut ilmu dengan ikhlas karena Allah, disukai para malaikat dan dimohonkan ampun dari dosa-dosanya oleh semua makhluk Allah.
Kewajiban menuntut ilmu agama khususnya sama pentingnya dengan jihad membela agama Allah, ini berdasarkan firman Allah dalam surat At Taubah ayat 122:
 $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ  
Artinya: tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Surat At taubah ayat 122).
Sebab turun ayat tersebut menurut riwayat Al Kalabi dari Ibnu Abbas ialah karena setelah Allah mengecam keras orang-orang yang tidak menyertai Rasulullah Saw, dalam peperangan, maka tidak ada seorang pun diantara kami yang tinggal. Meraka keluar semua untuk berperang, sehingga tinggal Nabi Muhammad Saw, sendirian. Semangat juang para sahabat itulah yang menyebabkan turun ayat tersebut. Berarti Allah SWT tidak membernarkan orang ikut berprang semuanya tanpa sebagian yang tinggal untuk memperdakan ajaran Islam. Bahkan Rasulullah Saw meyakinkan mereka dan kita semua bahwa dalam menuntut ilmu itu mengandung nilai jihad yang tinggi dan nilai-nilai lain yang tidak terdapat dalam peperangan. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz yang bersambung sanadnya hingga Rasulullah saw, beliau bersabda:
B.     Semangat Di Dalam Mencari Ilmu Pengetahuan
Kalimat tauhid adalah dasar mutiara islam yang paling utama dan pangkal dari segala sifat-sifat kemuliaan. Segala kebaikan yang dilakukan tidak akan diterima  tanpa mutiara kalimah ini. Oleh karena itulah para sahabat pada permulaan Islam telah mengorbankan hampir seluruh tenaga dan upaya mereka untuk menyiarkan kalimat tauhid ini dan menentang dengan gigih terhadap semua pihak yang mencoba menghalangi mereka. Walaupun mereka harus menyeberangi lautan dan menghadapi ganasnya peperangan sehingga hanya memiliki waktu untuk menelaah dan mempelajari secara mendalam ilmu pengetahuan agama.[3]

C.     Ilmu Itu Membutuhkan Cinta dan Akhlak yang Mulia
Ilmu itu laksana manusia. Dia membutuhkan cinta orang yang menuntut ilmu. Diantara bukti kecintaan seseorang adalah membaca suratnya berulang-ulang tanpa ada rasa jemu atau bosan. Bahkan selalu mengharap-harapkan kedatangan surat berikutnya lagi. Demikian orang yang mencintai ilmu, terutama ilmu wahyu Allah yang berupa Al Qur’an.  Ilmu juga membutuhkan akhlak yang mulia dari setiap orang yang menuntut ilmu, Rasulullah Saw sudah mengingatkan kita semua dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir r.a beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda:





Artinya: janganlah kamu sekalian menuntut ilmu itu untuk saling membanggakan diridengannya terhadap ulama/para ilmuwan, untuk mendebat orang-orang yang bodoh dengannya dan untuk mengalihkan perhatian orang banyak terhadapmu. Barang siapa yang berbuat demian (melanggar larangan) itu, maka dia akan masuk neraka. (diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang shahih).

Maksudnya jangan salah niat dalam menuntut ilmu. Jangan lupa menuntut ilmu adalah perintah Allah dan Allah juga sudah memerintahkan kita untuk ikhlas dalam segala amal perbuatan. Jangan sombong kepada Allah dan kepada manusia setelah menjadi sarjana dan menyandang berbagai gelar. Jangan meremehkan Al Qur’an dan Sunnah setelah menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan agar tidak menjadi sarjana munafiq. [4]

D.    Kandungan hadits dan Hubungannya dengan pendidikan
Dalam hadits Tersebut Rasulallah SAW menjelaskan bahwa wujud pengorbanan yang diberikan oelh Allah kepada para penuntut ilmu terutama ilmu syari’at. Para penuntut ilmu pengetahuan yang lain, juga akan mendapat penghormatan semacam itu, selama ilmu-ilmu yang telah diperolehnya dipergunakan sebagai sarana untuk memahamkan ilmu-ilmu syariat atau sekurang-kurangnya dipergunakan untuk mengamalkan perintah syara’ ketetapan yang demikian ini ditunjukkan oleh keumuman ungkapan “ilmuan” yang disebutkan secara nakirah (indifinite article) dan juga adanya larangan-larangan mempelajari ilmu-ilmu yang diharamkan. Karena membahayakan jiwa, pikiran, keluarga, badan, harta, dan kekayaan.
Penghormatan Allah kepada penuntut ilmu sebagaimana yang dilukiskan oleh Rasulallah dalam hadits Abu Darda di atas adalah :
1.      Allah akan melancarkan segala daya upaya penerapan ilmu yang telah diperolehnya kepada amal yang shaleh, pembawa ke surga dan sekurang-kurangnya Allah menambah ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
2.      Para malaikat terutama yang bertugas meratakan rahmat dan mengatur kemasalahatan umat, pada melebarkan sayapnya untuk menyambut dan memberikan salut kepadanya.
Penghormatan para malaikat yang dilakukan dengan melipat sayapnya oleh para muhaddisin apakah kalimat latadhul ajnihataha itu harus diartikan menuntut kahikatnya atau dialihkan kepada arti majaznya.
1.      Mereka yang enggan menta’wilkannya, mengartikannya. Harfiah kalimat tersebut mengharuskan untuk diartikan bahwa para malaikat pada melipat sayapnya menukik turun ke bumi untuk mengayomi para penuntut ilmu yang tekun mengikuti dan menerima pelajaran yang sedang diberikan oleh sang guru atau rajin menelaah kitab-kitab ilmu pengetahuan agama.
2.      Mengartikan secara harfiah demikian rupa, biarpun pandangan manusia belum sanggup mengindera bagaimana caranya para malaikat melipatkan sayap adalah dibenarkan oleh kaidah umum yang telah diterima secara aklamasi oelh kebanyakan para ahli ilmu, yang menetapkan bahwa setiap nash syari’at yang bias diartikan menurut lahirnya hendaklah diartikan menurut hakikat yang ditunjuk oleh lafaz itu sendiri selama tidak ada nash lain yang mengharuskan untuk menta’wilkan kepada arti yang tiada terkandung dalam lafaz itu.
3.      Para muhaddisin yang tidak hendak menyia-nyiakan intelejensinya, sebagai karunia Allah untuk memahami nash-nash syari’at, yang memang sebenarnya nash-nash itu di khitbahkan kepada orang-orang yang mampu menggunakan akalnya mengartikan secara majaz. Oleh karena itu pelipatan sayap yang dilakukan oleh para malikat itu tidak lian hanyalah sebagai berlambang tentang ketawadhuan (kerendahan diri) mereka terhadap orang-orang yang layak mendapat penghormatan. Bukankah penterjemah semacam itu senada dengan firman Allah dalam Q. Al-Syu’ara : 215

وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢١٥

 Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Syu’ara:215)
Sebagaimana dikemukakan pada penjelasan di atas bahwa hadits yang dipaparkan ini sngat erat dengan didikan. Adapun pokok-pokok fikiran yang diungkapkan oleh Rasulallah sawdalam hadits ini dalam kaitannya dengan pendidikan antara lain :[5]
1.      Tentang kewajiban menuntut ilmu ( belajar )
2.      Tentang kewajiban mengajarkan atau mengembangkan ilmu pengetahuan.










BAB III
PENUTUP

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Menuntut ilmu adalah hal yang paling wajib yang dilakukan manusia untuk memperluas wawasan sehingga derajat kita pun bisa terangkat. Menuntut ilmu merupakan ibadah sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Menuntut Ilmu diwajibkan atas orang islam laki-laki dan perempuan”. “Utlubul ilma minal Mahdi ilallahdi” setiap muslim bai perempuan maupun muslim laki-laki wajib menuntut ilmu atau belajar dari dia lahir sampai dia meninggal dunia.











DAFTAR PUSTAKA

Alfiah, Hadis Tarbawi, Yogyakarta: Nusa Media Yogyakarta, 2011.
Al Kandhalawi rah.a, Maulana Muhammad Zakariyya, Kitab Fadhail A’mal, Bandung: Pustaka Ramadhan, 2001.
Bahreisy, Hussein, Hadits Sohih Bukhari Muslim, Surabaya : CV Karya Utama.
Muhammad, Abubakar, Hadits Tarbawiyah, Surabaya : Al Ikhlas , 1995.





[1] Hussein Bahreisy, Hadits Sohih Bukhari Muslim, (Surabaya : CV Karya Utama), hlm. 30
[2] Abubakar Muhammad, Hadits Tarbawiyah, (Surabaya : Al Ikhlas , 1995), hlm 232
[3]Maulana Muhammad Zakariyya al Kandhalawi rah.a, Kitab Fadhail A’mal, (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2001), hlm. 631
[4] Abubakar, Op.cit, hlm. 240
[5] Alfiah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Nusa Media Yogyakarta, 2011), hlm. 21

1 komentar: