Minggu, 15 Januari 2017

TAUHID, MACAM-MACAM TAUHID, DAN PENTINGNYA TAUHID



TAUHID, MACAM-MACAM TAUHID, DAN PENTINGNYA TAUHID
Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tauhid Amali
Dosen pengampu : Amirul Bahri, S.Ud, M.Si
Disusun oleh:
Sundari Yulianingsih                  (3130010)



SEKOLAH TINGGI INLMU TARBIYAH PEMALANG
2016



BAB I
PENDAHULUAN
Jika kita memperhatikan kisah para nabi dan rasul yang tercantum dalam Al-Qur’an dan apa yang terjadi pada umat mereka, kita dapatkan bahwa mereka seluruhnya menyeru kepada satu kalimat, yaitu agar umatnya beribadah kepada Allah dan tidak ada sekutu bagiNya. Misi dakwah mereka adalah sama, yaitu mengingatkan kaumnya agar tidak terjerumuskan dalam kemusyrikan, meski syariat  atau tata cara ibadah dan muammalah masing-masing nabi dan rasul berbeda.
            Pembelajaran tauhid merupakan prioritas nomor satu dalam agenda dakwah para nabi dan rasul. Seluruh nabi dan rasul yang di utus oleh Allah mengajak umatnya, pertama kali untuk menerima, meyakini, dan melaksanakan tauhid. Seluruh usaha dakwah mereka di pusatkan agar kaumnya beribadah kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
            Maka dari itu makalah ini akan membahas tentang pengertian tauhid, macam-macam tauhid, keutamaan tauhid dan pahala orang-orang yang merealisasikan tauhid.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tauhid
Tauhid adalah menunggalkan Allah ta’ala dalam masa rububiyah, uluhiyah dan kesempurnaan nama dan sifatNya. [1]
Istilah tauhid berasal dari kata dasar wahhada-yuwahhidu tauhid, yang berarti”menyetakan” menganggap sesuatu sebagai satu atau “mengesahkan”. Adapun pengertian tauhid menurut istilah ilmu akidah adalah meng’esahkan Allah, meyakini ke esaan Allah dalam rububiyah-Nya, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya.
Adapun pengertian tauhid menurut istilah ilmu akidah adalah mengesakan Allah, meyakini keesaan Allah dalam rububiyah-Nya, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat kesempurnaan-Nya.[2]
Allah ta’ala berfirman,
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ    
Artinya: “Dan tidaklah Kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah-beribadah[3] kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)                                                
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqß§ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( Nßg÷YÏJsù ô`¨B yyd ª!$# Nßg÷YÏBur ïÆ¨B ôM¤)ym Ïmøn=tã ä's#»n=žÒ9$# 4 (#r玍šsù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã šúüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÌÏÈ 
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut[4]” (QS. An Nahl: 36)
 4Ó|Ós%ur y7/u žwr& (#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$­ƒÎ) Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) 4 $¨BÎ) £`tóè=ö7tƒ x8yYÏã uŽy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& ÷rr& $yJèdŸxÏ. Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& Ÿwur $yJèdöpk÷]s? @è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJƒÌŸ2 ÇËÌÈ   ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u­/u #ZŽÉó|¹ ÇËÍÈ                               

  Artinya: “Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain. Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, jangan sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan pula membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulai. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang. Ucapkanlah, “Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah memeliharaku sewaktu kecil.’” (QS. Al Isra’: 23-24)[5]
B.     Macam-macam Tauhid
Tauhid merupakan bagian terpenting dari agama ini, ia merupakan fitrah yang telah Allah tetapkan pada setiap manusia. Tauhid juga merupakan inti ajaran dan dahwah seluruh nabi dan rasul, meski syariat yang dibebankan kepada masing-masing umat berbeda-beda.
Pada definisi yang terdahulu telah dijelaskan bahwa tauhid merupakan ilmu tentang meng’esakan Allah, meyakini ke’esaan Allah dalam rububiyah-Nya, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya. Dengan demikian tauhid ada 4 macam : Tauhid Rububiyah, Tuhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma’ wa sifat, Tauhid Rohmaniyayah. Setiap macam dari ketiga tauhid itu memiliki makna yang harus dijelaskan, sehingga menjadi terang perbedaan antara ketiganya.
1.      Tauhid Rububiyah
            Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah yaitu Rabb. Nama ini memiliki beberapa arti, antara lain: Al-Murabbi (pemelihara), An-Nashir (penolong), Al-Malik (raja dan pemilik), Al-Mushlih (yang mengurusi dan memperbaiki), As-Sayyid (tuan), dan Al-Wali (wali, penolong).
            Secara istilah syariat, pengertian tauhid Rububiyah adalah meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya dengan takdir-Nya. Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.
            Tauhid Rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut:
a.       Menegaskan Allah dalam perbuatan-perbuatan-Nya, misalnya menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, menguasai, dan lain-lain.
b.      Beriman kepada takdir  Allah.
c.       Beriman kepada zat Allah.
Tujuan dari tauhid rububiyah ini adalah agar manusia mengakui keagungan dan mutlak Allah atas semua makhluknya. Seseorang yang telah mengakui rububiyah Allah belum tentu juga beriman kepada uluhiyah Allah dan asma serta sifat-Nya. Hal itu sebagaimana yang dialami oleh sebagaian besar musyrikin Arab yang menguakui rububiyah Allah, namun mengingkari sifat-Nya dan menolak perintah untuk beripan kepada-Nya semata.
Allah Berfirman :
قُل لِّمَنِ ٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهَآ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٨٤ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٨٥ قُلۡ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ ٱلسَّبۡعِ وَرَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ ٨٦  سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ ٨٧ قُلۡ مَنۢ بِيَدِهِۦ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيۡهِ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٨٨  سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ فَأَنَّىٰ تُسۡحَرُونَ ٨٩
Artinya: “Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?” “Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah". Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?”
“Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ´Arsy yang besar? “Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah". Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?”
“Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” “Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah". Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. Al- Mukminun : 84-89)
وَلَئِن سَأَلۡتَهُم مَّنۡ خَلَقَهُمۡ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُۖ فَأَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ ٨٧
Artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah.” (QS. Az-Zukhruf: 87)
Bahkan Fir’aun yang mengklain dirinya adalah Rabb, pada dasarnya dalam hatinya juga mengakui adanya Allah yang maha menguasai dan mengatur alam semesta. Hanya saja kesombongan telah membuatnya pura-pura ingkar dan tidak tahu menahu akan ke’esaan Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :
قَالَ لَقَدۡ عَلِمۡتَ مَآ أَنزَلَ هَٰٓؤُلَآءِ إِلَّا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ بَصَآئِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَٰفِرۡعَوۡنُ مَثۡبُورٗا ١٠٢
Artinya: “Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir´aun, seorang yang akan binasa" (QS. Al-Isra’ 102)
وَجَحَدُواْ بِهَا وَٱسۡتَيۡقَنَتۡهَآ أَنفُسُهُمۡ ظُلۡمٗا وَعُلُوّٗاۚۡ ١٤
Artinya: “Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya” ). (QS. An-Naml: 14).
2.      Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah meng’esahkan Allah dengan memurnikan perbuatan para hamba semata-mata dengan niat taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, seperti shalat, zakat, shaum, haji, shadaqah, membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, nadzar, berkurban, raja, (berharap), takut, tawakal, mahabbah (rasa cinta), bertaubat, berbakti kepada kedua orang tua, memuliakan tamu dan tetangga, dan lain-lain.
Dengan kata lain, tauhid uluhiyah adalah meng’esahkan Allah dalam ibadah dan ketaatan, dengan mempersembahkan segala bentuk peribadatan dan ketaatan kepada Allah semata.
Tauhid ini disebut tauhid uluhiyah karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama-Nya, Allah yang artinya Dzul Uluhiyah (yang memiliki sifat uluhiyah). Ia juga disebut tauhid ibadah, karena ubudiyah adalah sifat ‘abid (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepada-Nya.
Tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, karena ia adalah pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa merealisasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena tidak terwujudnya tauhid uluhiyah pada diri seorang hamba, niscaya yang akan bercokol pada akhirnya adalah lawannya, yaitu syirik. Allah berfirman :
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ ٤٨
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik” (QS. An-Nisa: 48)
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ ۡ ١٩
Artinya: “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (QS. Muhammad: 19)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan untuk terlebih dahulu mengilmui makna laa ilaaha illallahu. Kalimat tauhid laa ilaaha illallahu yang secara harfiah bermakna “ tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah” ini harus dihadapi deangan sebenar-benar pemahaman. Rukun-rukun, syarat-syarat, konsekuensi-konsekuensi, dan pembatal-pembatalnya harus dikenali, didalam dan diilmui.
Dengan mengenali dan kemudian mengamalkannya, seorang hamba akan mampu bertauhid. Setelah seorang hamba bertauhid, barulah datang perintah selanjutnya,yaitu meminta ampunan Allah : “ Dan meminta ampun kepada Allah atas dosa mu, dosa kaum beriman laki-laki dan dosa kaum beriman perempuan”.
            Allah Berfirman :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ ٢٣
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra : 23)
Oleh karenanya tauhid uluhiyah adalah bagian tauhid yang paling penting dan mendasar, karena ia merupakan pondasi bagi kehidupan dan syariat. Oleh karenanya, setiap nabi dan rasul diutus dengan membawa ajaran tauhid uluhiyah (lihat QS Al-Anbiya :25, An-Nahl: 36, Az-Zukhuf : 45). Tauhid uluhiyah merupakan tugas pokok hidup manusia dan jin (lihat QS.Adz-Dzariyat : 56).
Tauhid uluhiyah merupakan hak Allah atas hamba-Nya. Barang siapa memurnikan tauhid uluhiyah dengan beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan segala bentuk peribadahan kepada selain-Nya, niscaya ia mendapatkan mandat jaminan untuk masuk surga. Jika ia melakukan berbagai kemaksiatan dan ia mati nasibnya terserah kepada Allah. Jika Allah berkehendak, dosa-dosanya tersebut diampuni-Nya.
Bila Allah tidak berkenan mengampuni dosa-dosanya, ia akan masuk neraka terlebih dahulu untuk dibersihkan dari noda-noda dosa. Setelah dosa-dosanya habis dicuci di neraka, ia kan diangkat dan dimasukkan ke dalam surga. Berbeda dengan orang yang melakukan kesyirikan, ia akan selamanya di neraka, tanpa diperkenankan untuk mencicipi surga sedikitpun.
Sebagai Rabb, secara otomatis Allah adalah ilah, yaitu satu-satunya Zat yang layak dan berhak untuk diibadahi oleh seluruh makhluk. Allah mengingatkan seluruh manusia untuk beribadah kepada-Nya semata, karena Dia-lah yang telah menciptakan, memberi rezeki, dan mengatur kehidupan serta kematian mereka. Allah Berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ٢١ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَٰشٗا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءٗ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادٗا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٢
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”(QS. Al-Baqarah : 21-22)
            Tauhid uluhiyah merupakan bukti nyata dari ikrar seorang hamba :
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣
Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
“Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."(QS. Al-An’am : 162-163)
Mayoritas manusia mengetahui Allah sebagai sang pencipta, pemberi rizki, pengatur alam dan kehidupan mereka. Namun pengakuan mereka tidak ditinda klanjuti dengan beribadah kepada-Nya semata. Mereka justru melakukan berbagai bentuk ibadah kepada selain Allah. Kalau pun beribadah kepada Allah, mereka tujukan kepada Allah. Namun sebagian besar aspek ibadah lainnya justru mereka tujukan kepada selain Allah, yang juga adalah makhluk seperti mereka.
Kesyirikan dalam ibadah seperti ini tentu saja merupakan sebuah kezhaliman, karena menempatkan dan menunjukan. Ibadah kepada pihak yang tidak berhak menerimanya. Tidak heran bila syirik merupakan dosa besar yang paling besar, dan kezhaliman yang paling zhalim. Allah berfirman:
 وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (QS. Luqman : 13)
Karena besarnya kezhaliman dan kebinasaan yang ditimbulkan oleh doas syirik, Allah menetapkan bahwa seseorang yang mati dengan membawa dosa syirik dan belum bertoaubat dari dosa syirik tersebut, niscaya akan masuk neraka dan tidak akan bisa masuk surga.
Berbeda halnya dengan dosa-dosa besar lain. Jika pelakunya mati dan belum bertaubat darinya, ia berada dalam masyiah (kehendak Allah). Jika Allah berkenan mengampuni, niscaya dosanya diampuni dan ia akan masuk surga. Bila Allah tidak berkenan mengampuni, niscaya ia akan masuk ke nerakauntuk dicuci doa-dosanya sampai bersih, untuk kemudian dimasukkan ke surga. (Lihat QS.An-Nisa:48 dan 116 dan Al-Maidah: 72).
Dari pemaparan dan pengkajian secara mendalam terhadap ayat Al-Qur’an Nabi, menjadi jelas bahwa kesalahan dalam memahami tauhid uluhiyah merupakan sebuah malapetaka terbesar, karena akan mengantarkan seorang hamba ke dalam jurang kesyirikan yang teramat dalam.
Para ahli kalam yang mengkaji akidah berdasar akal, filsafat, dan ilmu kalam telah keliru dalam memahami tauhid. Mereka baru rampai pada tauhid Rububiyah dan belum sampai kepada tauhid Uluhiyah. Oleh karena itu pembahasan akidah mereka tidak mampu membendung merena dari terseret dalam berbagai praktek kesyirikan yang membatalkan tauhid.
Para ahli kalam memahami tauhid adalah rububiyah semata. Sehingga tatkala mereka mengucapkan berbagai ucapan, atau melakukan berbagai amalan yang sebenarnya telah termasuk perbuatan syirik yang membatalkan tauhid. Mereka menganggap ucapan dan perbuatan mereka tersebut tidak membatalkan tauhid, karena mereka meyakini akan wujud dan ke esaan Allah. Padahal, hal yang sama juka diyakini oleh iblis, fir’aun dan kaum musyrikin arab. Meski demikian iblis, fir’aun, dan kaum musyrikin arab telah berbuat syirik dan membatalkan tauhid, karena mereka melakukan berbagai perbuatan yang bertolak belakang dengan Tauhid Uluhiyah.
Dengan demikian, di sini perlu dijelaskan perbedaan pokok antara Tuhid Rububiyah dengan Tauhid Ulibiyah. Perbedaan tersebut antara lain :
a.       Secara etimologi bahwa Rububiyah diambil dari satu nama Allah, yaitu Rabb, sedangkan Uluhiyah diambil dari kata Ilah sendiri.
b.      Tauhid Rububiyah terikat dengan masalah-masalah kauniah (alam). Seperti : menciptakan, menurunkan hujan, menghidupkam, mematikan, memberi rizki, dan semacamnya. Sedangkan Tauhid terkait dengan perintah dan larangan, seperti hukum wajib, sunnah, haram, makruh, halal, dan lain-lain.
c.       Kaum musyrikin meyakini keberadaan Tauhid Rububiyah tetapi menolak untuk mengakui Tauhid Uluhiyah, sebagaimana banyak disebutkan dalam ayat Al-Qur’an.
d.      Muatan Tauhid Rububiyah bersifat ilmiah (pengetahuan), sedangkan muatan Tauhid Uluhiyah bersifat amaliah (aplikasinya).
e.       Tauhid Ulubiyah adalah konsekuensi pengakuan terhadap tauhid Rubibiyah. Artinya Tauhid Uluhiyah berada di luar Tuhid Rububiyah. Tauhid Rububiyah tidak dianggap telah terlaksana dengan benar, kecuali bila telah ditindaklanjuti dengan merealisasikan Tauhid Uluhiyah. Sebaliknya, Tauhid Uluhiyah telah mencangkup Tauhid Rububiyah. Dengan istilah lain, Tauhid Rububiyah merupakan bagian dari Tauhid Uluhiyah.
f.       Tidak semua yang beriman kepada Tauhid Rububiyah secara otomatis menjadi seorang muslim, namun semua yang beriman kepada Tuhid Uluhiyah otomatis menjadi seorang muslim.
g.      Tauhid Rububiyah merupakan peng esaan Allah, dengan perbuatan-Nya sendiri, seperti meng esakan Allah sebagai pencipta, pengatur alam semesta, dan sebagainya. Sedangkan Tauhid Uluhiyah adalah meng esaakan Allah dengan alam perbuatan hamba, seperti : shalat, zakat, puasa, shiyam, membaca Al-Qur’an, menuntut ilmu, berbakti kepada kedua orang tua, cinta, benci, rasa harap dan seluruh amal ibadah lain. Oleh karena itu Tauhid Uluhiyah sering juga disebut dengan istilah Tauhid iradah wa Thalab (Tauhid kemauan dan permohonnan).
3.      Tauhid Asma’ dan Sifat
            Tauhid ini menetapkan dan mengakui bahwa sifat Allah mempunyai nama-nama yang baikdan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna, yang termaktub dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah.
Akidah Ahlus sunnah yang di ajarkan oleh Rasulluah kepada generasi sahabat, dan di ajarkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah, adalah mengakui dan menetapkan semua nama dan sifat Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa sedikit pun melakukan ta’thil (meniadakan nama atau sifat Allah), tahrif (memalingkan maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah), tamtsil (menyerupakan nama, atau sifat Allah dengan nama atau sifat makhluk), dan takyif (mempersoalkan hakikat nama dan sifat Allah dengan menanyakan’bagaimana). Sebagaimana dijelaskan oleh Allah firman Allah:
4 }§øŠs9 ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäïx« ( uqèdur ßìŠÏJ¡¡9$# 玍ÅÁt7ø9$# ÇÊÊÈ
Artinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang mah
                Melihat dan mendengar.
Pengagalan ayat ini, yaitu firman Allah ‘tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia’ membantah orang-orang yang melakukan tamsil dan takyif.
            Penggalan kedua Ayat ini, yaitu firman Allah ‘dan Dia maha mendengar lagi maha melihat’ membantah orang-orang yang melakukan ta’thil dan tahrif.
            Ayat yang mulia ini menunjukan bahwa Allah mempunyai nama-nama yang agung yang ada di di asmaul husna.[6]
4.      Tauhid Mulkiyah
            Yaitu mentauhidkan Allah dalam mulkiyahnya bermakna kita mengesakan Allah terhadap pemilikan, pemerintahan dan penguasaanNya terhadap alam ini. Dialah Pemimpin, Pembuat hukum dan Pemerintah kepada alam ini. Hanya landasan kepemimpinan yang dituntut oleh Allah saja yang menjadi ikutan kita. Hanya hukuman yang diturunkan oleh Allah saja menjadi pakaian kita dan hanya perintah dari Allah saja menjadi junjungan kita.
Allah berfirman :
Katakanlah (wahai Muhammad) : “Wahai Tuhan yang mempunyai kuasa pemerintahan, Engkaulah yang memberi kuasa pemerintahan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang mencabut kuasa pemerintahan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah juga yang memuliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkaulah yang menghina siapa yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkaulah saja adanya segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. [Ali Imran : 26]
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [Al Maidah: 50]
Tauhid Mulkiyah menuntuk adanya ke-wala-an secara totalitas kepada Allah, Rasul dan Amirul Mukmin (selama tidak bermaksiat kepada Allah SWT)
Pemimpin (wali). Wali adalah sebahagian dari sifat-sifat mulkiyatullah.
Ia membawa arti sifat penguasaan iaitu sebagai pelindung, penolong dan pemelihara.
“Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur’an, dan Dia lah jua yang menolong dan memelihara orang-orang yang berbuat kebaikan.” [Al A'raaf : 50]
Pembuat Hukum. Hakiman atau pembuat hukum juga adalah sebahagian dari sifat mulkiyatullah. Ia mesti diikhtiraf oleh manusia dan tunduk hanya kepada hukum-hukum yang telah diturunkan olehNya saja karena hak mencipta hukum itu hanya terhadap kepada Allah semata-mata.
“Apa yang kamu sembah, yang lain dari Allah, hanyalah nama-nama yang kamu menamakannya, kamu dan datuk nenek kamu, Allah tidak pernah menurunkan sembarang bukti yang membenarkannya. Sebenarnya hukum (yang menentukan amal ibadat) hanyalah bagi Allah. Ia memerintahkan supaya kamu jangan menyembah melainkan Dia. Yang demikian itulah agama yang betul, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Yusuf : 50]
Pemerintah
Aamiran atau pemerintah satu lagi sifat mulkiyatullah yang perlu diketahui oleh setiap muslim. Allah memiliki Arasy dan memerintah seluruh mahluk ciptaannya ini dengan ketentuan daripadanya. Dia yang menciptakan dan Dia yang mengarahkan menurut apa yang dikehendakiNya.
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa lalu. Ia bersemayam di atas Arasy. Ia melindungi malam dengan siang yang mengiringinya dengan deras (silih berganti) dan (Ia pula yang menciptakan) matahari dan bulan serta bintang-bintang, (semuanya) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, kepada Allah jualah tertentu urusan menciptakan (sekalian mahluk) dan urusan pemerintahan. Maha Suci Allah yang mencipta dan mentadbirkan sekalian alam.” [Al A'raaf : 50]
Perbedaan Pandangan Mengenai Pembagian Tauhid Mulkiyah/ Hakimiyah Dalam pandangan kami Tauhid Mulkiyah adalah bagian dari pada Tauhid Uluhiyah (Pengesaan Allah dengan ibadah kepada-Nya. penj). Sebagaimana saya pernah mendengar Syekh Muhammad bin Ibrahim, Syekh Bin Baz adalah diantara orang yang tidak mengajarkan Tauhid Hakimiyah ini kepada orang banyak. Dari sana banyak diantara golongan salafy saudi yang tidak mengacuhkan istilah ini dan menganggapnya sebagai bid’ah, apakah pendapat ini benar? Kemudian bisakah Anda tunjukkan kitab apa saja yang memuat keterangan tentang dimensi tauhid ini?
Jawab : Segala puji hanya bagi Allah Swt. semata yang mengatur alam semesta ini. Adapun yang dimaksud dengan Tauhid Hakimiyyah adalah pengesaan Allah dalam perkara hukum dan syari’at. Sebagaimana Allah tidak memiliki serikat dalam kekuasaanNya, dalam mengurus berbagai urusan makhlukNya, demikian juga Allah swt tidak memiliki sekutu dalam hukum dan pembuatan undang-undang (tasyri’). Allah adalah hakim yang paling adil, Dia memiliki kewenangan untuk memutuskan dan memerintah, maka tidak ada sekutu bagiNya dalam membuat hukum dan perundang-undangan. Sebagaimana Dia tidak membutuhkan sekutu dalam kekuasaan dan mengatur urusan mahluk-Nya. Maka demikian halnya Dia Esa dalam masalah hukum dan tasyri’.
Firman Allah :”Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Yusuf:40)

“dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya) , tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah yang Maha cepat hisab-Nya.” (ar-Ra’d:41)

“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki- Nya.”
(al-Maidah:1)

”dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (al-Kahfi:26)

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?.” (al-Maidah:50)

“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah.” (asy-Syura:10)

“dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (al-An’am:121)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan secara jelas dan kuat tentang tauhid ini, dan iman seseorang tidaklah dapat dikatakan sah tanpa adanya tauhid ini. Dalam hadits shohih disebutkan bahwa Nabi Saw.barkata:

“sesungguhnya Allah adalah hakim dan keputusan ada pada-Nya”.
            Namun pertanyaannya, apakah tauhid hakimiyah ini bukan termasuk tauhid uluhiyyah atau malah bagian tersendiri yang lain dari tauhid uluhiyyah. Saya katakan, “Tidak, Tauhid ini bukanlah satu jenis tauhid tersendiri yang bukan bagian dari tauhid uluhiyah. Tauhid ini sudah terkandung di dalam Tauhid Uluhiyyah. Ada juga unsur yang termasuk kedalam kategori tauhid Rububiyyah. Dan ada juga unsurnya yang masuk ke dalam kategori Tauhid asma’ dan sifat. Namun di saat syirik merajalela di kalangan ummat dalam bentuk memutuskan hukum tidak sesuai dengan apa yang Allah turunkan, tetapi memutuskan hukum menggunakan undang-undang kufur dan UU thaghut. Kondisi ini mengisyaratkan agar istilah tauhid hakimiyah ini disebutkan tersendiri agar orang-orang melihat urgensi tauhid ini.
            Tanpa adanya tauhid ini maka sesunggunya mereka belum memenuhi tuntutan tauhid uluhiyah sebagaimana mestinya. Sebagai contoh; Anda menjumpai suatu kaum yang musyrik dalam hal ketaatanya, kemudian Aanda berkata, “Kalian seharusnya melakukan tauhid tho’ah (hanya taat pada Allah swt semata), dan janganlah mentaati seseorang karena dzatnya kecuali pada Allah swt. Maka statemen Anda yang seperti ini benar dan Anda tidak boleh diingkari. Juga tidak benar kalau dikatakan bahwa Aanda membuat sesuatu yang baru dalam masalah tauhid yang namanya tauhid tho’ah, atau menyebut tauhid lain selain tauhid uluhiyah!!! Begitu pula ketika Anda menjumpai suatu kaum yang telah menyekutukan Allah dengan mengangkat tandingan-tandingan bagi Allah dalam aspek mahabbah, wala’ dan baro’ (cinta, loyalitas dan anti loyalitas).
            Saat itu Anda terpaksa menyebut tauhid Mahabbah, sebab yang layak dicintai karena substansi (dzat)nya sendiri hanyalah Allah swt. Akan tetapi tauhid ini bukanlah jenis tauhid baru yang bukan tauhid uluhiyah, sebagaimana statemen anda tentang tauhid mahabbah ini tidak ada unsur yang baru apalagi bid’ah. Demikian pula jika Anda dapati orang yang menyekutukan Allah swt dalam hal berdoa dan meminta pertolongan. Merespons sikap mereka itu Anda berkata, “Kamu harus mengesakan Allah swt dalam doa dan permohonan. Pembagian tauhid seperti ini bukan berarti menyebutkan bagian tauhid baru yang terpisah dari tauhid uluhiyah. Disebutkan macam seperti di atas karena adanya kebutuhan yang mengharuskan adanya penjelasan tersendiri ketika Anda menjumpai orang yang berbuat syirik dari sisi itu. Tidak ada seorang pun baik yang terdahulu maupun sekarang yang mengatakan, “Bahwa tauhid hakimiyah adalah bagian tauhid tersendiri atau bagian ke-empat dari pembagian tauhid”. Semuanya ulama’ memasukkannya ke dalam tauhid uluhiyah, dan juga memasukkan sebagian unsur-unsur yang ada di dalamnya ke dalam bagian tauhid yang lain sebagaimana telah dijelaskan di muka.
            Adapun maksud dari disebutkannya jenis tauhid ini adalah urgensinya agar ummat memperhatikan aspek tauhid yang sudah hampir musnah. Jika anda telah memahaminya, propaganda dari para penentangnya sudah tidak bisa lagi untuk dijadikan alat justifikasi selain hanya ingin mereduksi makna dari tauhid yang tidak kalah pentingnya ini, serta ingin dijadikan sebagai pembenar dari kekurangan para thoghut hukum dari pengingkaranya terhadap sisi tauhid ini.[7]
C.     Keutamaan Tauhid
Diantara keutamaan tauhid adalah terhapusnya dosa-dosa seorang hamba. Allah ta’ala berfirman
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ  
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am:82)
من شهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له , وان محمدا عبده ورسوله , وان عيسى عبدالله ورسوله وكلمته القا ها الى مريم وروح منه , والجنة حق , ولنار حق اد خله الله الجنة على ماكان من العمل
Artinya: “Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, (bersaksi bahwa) Nabi Isa adalah hamba, utusan dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari pada-Nya, (bersaksi bahwa) surga adalah benar adanya dan neraka pun benar adanya, maka Allah pasti memasukkannya kedalam surga betapa pun amal yang telah dilakukannya.” (HR. Bukhari 3430, Muslim 28)
Imam Bukhari Muslim meriwayatkan pula hadits dari ‘Itban
فان الله حرم على النار من قل : لا اله الا الله يبتغي بذ لك وجه الله
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucap ‘La ilaha illah’ (Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah selain Allah), dengan mengharap (pahala melihat) wajah Allah.” (HR. Bukhari 425, Muslim 263)
Dari Abu Sa’id Al Khudri Rasulullah bersabda,
قا ل موسى : يا رب , علمني شيعا اذ كرك وادعو ك به . قل : قل يا موسى : لا اله الاالله : قال : يا رب كل عبدك يقولو ن
 هذا , قا ل : يا مو سى , لو ان السموا ت السبع وعا مر هن غيري , والارضين السبع في كفة , ولا اله الاالله في كفة , ما لت بهن لا اله الله
Artinya: “Nabi Musa berkata, ‘Ya Rabbi, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk berdzikir dan berdoa kepada-Mu.’ Allah berfirman, ‘Wahai Musa, katakanlah, ‘La ilaha illallah’.’ Musa berkata, ‘Ya Rabbi, semua hamba-Mu  mengatakan kalimat itu.’ Allah berfirman, ‘Wahai Musa, kalau sekiranya ketujuh langit dan penghuninya selain Aku, serta ketujuh bumi diletakkan pada satu daun timbangan, sedangkan ‘La ilaha illallah’, diletakkan pada daun timbangan yang lain, maka timbangan ‘La ilaha illallah’ niscaya lebih berat.” (Sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Nasa’i dalam kitab Al Kubra 10760, Ibnu Hibban 6218, dan Hakim 1/528)
      Tirmidzi meriwayatkan hadits yang beliau nyatakan berderajat hasan, dari Anas, dia menceritakan bahwa dirinya mendengar bahwa Rasulullah bersabda,
قا ل الله تعا لى : يا ابن ادم , لو اتيتني بقرا ب الارض خطا يا , ثم لقيتني لا تشر ك بي شيىا لاتيتك بقرا بها مغفرة
Artinya: “Allah ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak mmenyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula.” (HR. Tirmidzi 3540)
D.    Pahala orang yang merealisasikan tauhid
Barang siapa yang mengamalkan tauhid dengan tulus, maka dia akan masuk surga tanpa hisab.
Allah ta’ala berfirman :
ان ابر هيم كا ن امنة قا نتا لله حنيفا ولم يك من المشر كين
Artinya: “Sesungguhnya ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patut kepada Allah dan hanif. Sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang berbuat syirik.” (QS. An Nahl: 120)
وا لذين هم بربهم لا يشر كون
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Rabb mereka (dengan sesuatu pun).” (QS. Al Mukminun: 59)
Husain bin Abdirrahman menutur bahwa suatu ketika dirinya bersama Sa’id bin Jubair. Lalu ia bertanya, “ Siapakah diantara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?” “Saya” kataku, kemudian saya melanjutkan, “Waktu itu saya sedang tidak mengerjakan shalat. Akan tetapi saya sedang terkena sengatan kalajengking.” Sa’id bertanya, “Lantas apa yang kamu lakukan?” Saya menjawab, “Minta diruqyah.” Ia bertanya lagi, “Apa yang mendorongmu untuk berbuat demikian?” Saya jawab, “Sebuah hadits yang disampaikan oleh Asy Sya’bi kepada kami.” Ia bertanya lagi, “Apa yang disampaikan As Sya’bi kepadamu?” Saya menjawab, “Dia menuturkan kepada kami hadits dari Buraidah bin Al  Hushaib yang berbunyi,
لا رقية الا من عين اوحمة
Artinya: “Tidak ada ruqyah yang lebih manjur selain kepada[8] yang terkena ‘ain[9] atau sengatan.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah).[10]
Imam Muslim meriwayatkan dari jabir, dia menuturkan bahwa Rasulullah bersabda,
Artinya: “Barangsiapa bertemu dengan Allah (mati) dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun maka dia akan masuk surga. Barangsiapa bertemu dengan Allah (mati) dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, maka dia akan masuk neraka.” (HR. Muslim 93)[11]












BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tauhid merupakan sikap dalam meyakini keesaan Allah baik dalam rububiyah-Nya, keikhlasannya dalam beribadah serta meyakini dan menetapkan nama dan sifat Allah yang sempurna. Tauhid adalah menunggalkan Allah ta’ala dalam masa rububiyah, uluhiyah dan kesempurnaan nama dan sifatNya. Sebagai umat muslim wajib untuk bertauhid dan meyakini keesaan Allah, bahwa Allahlah satu-satunya yang wajib di sembah tanpa ada yang lain.















DAFTAR PUSTAKA
-Syaikh Muhammad, Kitab Tauhid Memurnikan La Illaha Illallah, (Jogjakarta: Media Hidayah), hlm 13
-Kelompok telaah kitab Ar-Risalah, Buku Pintar Akidah, (Sukoharjo: Roemah Buku), hlm. 198.
-Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah mengatkan bahwa ibadah adalah suatu ungkapun yang mencakup segala ucapan dan perbuatan baik yang lahir maupun yang batin yang di cintai dan diridhoi Allah. (Al Ubudiyah hlm. 20) Agar suatu ibadah di terima Allah, maka ibadah harus memenuhi dua kriteria yaitu ikhlasdan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Keduanya harus beriringan tidak boleh dipisahkan karena Allah tidak akan menerima amalan yang disertai kesyirikan.
-Ibnu Qayyim mengatakan bahwa thaghut adalah segala sesuatu (selain Allah) yang di sembah, diikuti, dan ditaati hingga melampau batas oleh seorang hamba.’Umar mengatakan bahwa thaghut adalah setan. Jabir mengatakan bahwa thaghuh adalah  dukun yang selalu didatangi setan. Imam Malik mengatakan bahwa thaghuh adalah segala yang disembah selain Allah.
-Muhammad bin Abdul wahab, Kitab Tauhid, (Jogjakarta: Media hidayah, 2004), hlm. 15
-Abdul wahab bin Muhammad, Kitab Tauhid, Jogjakarta: Media hidayah, 2004.
-Kelompok telaah kitab Ar-Risalah, Buku Pintar Akidah, Sukoharjo: Roemah Buku.



[1] Syaikh Muhammad, Kitab Tauhid Memurnikan La Illaha Illallah, (Jogjakarta: Media Hidayah), hlm 13
[2] Kelompok telaah kitab Ar-Risalah, Buku Pintar Akidah, (Sukoharjo: Roemah Buku), hlm. 198.
[3] Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah mengatkan bahwa ibadah adalah suatu ungkapun yang mencakup segala ucapan dan perbuatan baik yang lahir maupun yang batin yang di cintai dan diridhoi Allah. (Al Ubudiyah hlm. 20) Agar suatu ibadah di terima Allah, maka ibadah harus memenuhi dua kriteria yaitu ikhlasdan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Keduanya harus beriringan tidak boleh dipisahkan karena Allah tidak akan menerima amalan yang disertai kesyirikan.
[4] Ibnu Qayyim mengatakan bahwa thaghut adalah segala sesuatu (selain Allah) yang di sembah, diikuti, dan ditaati hingga melampau batas oleh seorang hamba.’Umar mengatakan bahwa thaghut adalah setan. Jabir mengatakan bahwa thaghuh adalah  dukun yang selalu didatangi setan. Imam Malik mengatakan bahwa thaghuh adalah segala yang disembah selain Allah.
[5] Muhammad bin Abdul wahab, Kitab Tauhid, (Jogjakarta: Media hidayah, 2004), hlm. 15
[6] Ibid, hlm. 225
[8] Penyembuhan dengan menggunakan ayat-ayat Al Qur’an dan do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah
[9] Pengaruh jahat yang timbul karena rasa dengki seseorang melalui pandangan matanya
[10] Ibid, hlm. 16
[11] Ibid, hlm. 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar