PARADIGMA HOLISTIK
KESEHATAN MENTAL
Disusun untuk Memenuhi salah satu tugas
mata ESQ dan Kesehatan Mental
Dosen
Pengampu : Nisrokha, S.Pd.I.,M.Pd
Disusun
oleh:
SUNDARI YULIANINGSIH (3130010)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
PEMALANG
Tahun
2016-2017
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah kehidupan manusia telah
dipaparkan tentang kehidupan manusia itu dalam hubungannya dengan dunia
sekitarnya. Sebenarnya tersirat pula pembicaraan tentang usaha itu dalam
memertahankan keharmonisannya dalam kehidupan ini.Jadi, sebenarnya sejak
dulukala usaha untuk mewujudkan keharmonisan / keseimbangan kehidupan ini telah
ada, hanya bentunya belum sistematis dan masih sederhana.Mental hygiene
disebut juga ilmu kesehatan mental merupakan ilmu pengetahuan yang masih
muda.Dulu orang berpendapat gangguan keseimbangan / keharmonisan mental itu
disebabkan oleh gangguan roh-roh jahat.Maka usaha penyembuhan terhadap
penderita itu dengan jalan mengusir roh-roh jahat tersebut. Caranya dengan memukuli penderita agar
roh jahat tersebut pergi, dengan demikian ia akan sehat kembali. Kemudian
timbul usaha kemanusiaan untuk mengadakan perbaikan / tindakan dalam penyembuhan
dan pemeliharaan baik penderita gangguan mental maupun terhadap penderita
penyakit mental itu. Antara lain : Philippe Pinel (Perancis). Wiliam Tuke
(Inggris). Dorothe Dix (Amerika) seorang wanita sebagai tokoh abad 19 usahanya
ialah mengadakan perbaikan kondisi rumah sakit jiwa di Amerika maupun di
Eropa.Banyak usahanya yang dijadikan dasar aktivitas dalam mental Hygiene.
Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Ia pernah menderita sakit mental selama
2 tahun dan dirawat dirumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri siksaan dan
perlakuan yang keras terhadap penderita ituberdasarkan pengalamannya yaitu cara
penyembuhan atau pengobatan terhadap penderita, ia pin lalu menulis buku yang
berjudul “ A mind that faound it self”. Beers mengecam terhadap tindakan yang
kurang berperikemanusiaan serta menyarankan program perbaikan definisi dalam
cara-cara penyembuhan serta pemeliharaan terhadap penderita.Ia yakin bahwa
penyakit dan gangguan mental dapat disembuhkan.[1]
Dalam makalah ini akan dibahas tentang
bagaimana sejarah muncuknya kesehatan mental (ESQ), dan apa tujuan dari
kesehatan mental itu sendiri serta hubungan kesehatan mental dengan disiplin
ilmu lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Kesehatan mental sering disebut juga dengan
istilah mental healtdan atau mental hygiene. Secara historis,
ilmu ini diakui berasal dari kajian psikologi, usaha para psikolog yang kemudian menelurkan ilmu baru ini
berawal dari keluhan-keluhan masyarakat sebagai akibat dari munculnya gejala-gejala yang menggelisahkan. Fenomena psikologis ini
tampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu semata, melainkan oleh masyarakat
luas. Ketika kegelisahan itu masih berarti.
Ketika kegelisahan itu masih berada pada taraf
ringan, individu yang terkena masih mampu mengatasinya, namun ketika kegeliahan
tersebut sudah bertaraf besar, maka biasanya si Penderita sudah tidak mampu
mengatasinya. Bila kondisi itu di biarkan, yang terganggu tidak hanya individu
itu saja, melainkan akan mengganggu orang di sekitarnya.
Latar belakang munculnya ilmu kesehatan mental
ini sekaligus melahirkan pengertian awal ilmu tersebut. Ilmu kesehatan mental
berkaitan erat dengan terhindarnya seseorang dari gangguan dan ppenyakit
kejiwaan. Pengertian klasik ini mengandung arti sangat sempit, karena kajian
ilmu kesehatan mental hanya diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan
dan penyakit jiwa saja. Padahal ilmu ini juga sangat dibutuhkan oleh setiap
orang yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
Fenomena ini semakin mendorong para ahli
merumuskan pengertian ilmu kesehatan yang mencakup wilayah kajian lebih luas. Marie
Jahoda, seperti dikutip Yahya Jaya (1994: 49), memberikan batasan lebih luas
dari pengertian pertama. Menurutnya, kesehatan mental mencangkup : (a) sikap kepribadian
yang baik terhadap diri sendiri; kemampuan mengenali diri dengan baik, (b)
pertumbuhan dan perkembangan serta perwujudan diri yang baik; (c) keseimbangan
mental, kesatuan pandangan, dan ketahanan terhadap segala tekanan; (d) otonomi
diri yang mencangkup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau
kelakuan-kelakuan bebas; (e) persepsi mengenai realitas, terbebas dari
penyimpangan kebutuuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial; dan (f)
kemampuan menguasai dan berintegrasi dengan lingkunggan. Sementara Goble,
mengutip dari Assagioli, mendefinisikan kesehatan mental adalah terwujudnya
integritas kepribadian, keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan kearah
realitas diri, dan ke arah hubungan yang sehat dengan orang lain.
Sepintas lalu, kedua pengertian di atas terkesan
sudah komprehensif dan utuh. Namun setelah di tekiti, dua definisi tersebut
masih mengandung kekurangan– sempurnaan, terutama bila terlihat dari wawasan
yang berorientasi islam. Bila dicermati, kedua definisi di atas bertopang pada
paham psikologi murni. Psikologi sangat mengandalkan data-data empirik dan
metodologi rasional. Psikologi sebagai salah satu bentuk sains kontemporer,
tidak banyak mengkaji dan mendiskusikan data-data metaempirik dan metodologi
rasional, dan biasanya ciri-ciri utama telaahnya lebih bersifata sensori,
matrealistik, objektif, dan kuantitatif. Oleh karena itu, dua rumusan
pengertian kesehatan mental di atas tidak bisa lepas dari bingkai paradigma
sains kontemporer. Konsekuensinya kesehatan mental di ukur dengan sejauh mana
persepsi seseorang terhadap realitas empirik semata. Kesehatan mental dianggap
identik dengan seberapa mampu seseorang dalam mempersepsi terhadap lingkungan
realitas empirik dengan baik. Realitas
empirik yang dimaksud mencakup lingkungan yang terbatas pada diri dan
masyarakat di sekitarnya. Realitas meta-empirik yang meliputi makhluk
spiritual, alam ruh, Allah, dan sebagainya, tidak dibicarakan.
Upaya penyempurnaan pngertian kesehatan mental
trsebut terus dilakukan oleh para pakar.Arah penyempurnaannya diarahkan pada
“ketercakupan seluruh potensi manusia yang multi-dimensi”. Sebagai pionernya,
diantaranya adalah Zakiah Darajat (2001: 56-77), yang mencoba merumuskan
pengertian kesehatan mental yang mencangkup seluruh potensi manusia.Menurutnya,
kesehatan mental adalah bentuk personifikasi iman dan takwa seseorang. Ini
dipahami bahwa semua kriteria kesehatan mental yang dirumuskan harus mengacu
pada nilai-nilai iman dan takwa. Bila kesehatan mental yang dirumuskan harus
mengacu pada nilai-nilai iman dan takwa, akidah dan syari’at. Dilibatkannya
unsur iman dan takwa dalam teori kesehatan mental itu tertopang pada suatu
kenyataan, bahwa tidak sedikit ditemukan orang yang tampaknya hidup sejahtera
dan bahagia, kepribadiannya menarik, sosialitasnya sanga baik, akan tetapi
sebenarnya jiwanya gersang dan stres, lantaran dia tidak beragama, atau
setidaknya kurang taat beragama. Inilah bentuk kesehatan mental semu.Secara
nyata, orang tersebut dapat disebut sehat mental. Perilaku dan perbuatannya
dinilai saangat baik oleh lingkungan. Dia sukses dilihat dari pengertian Zakiah
Darajat, orang tersebut tidak sehat mental, lantaran dia gagal dalam
berhubungan dengan Tuhannya.
Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa hakikat
kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian, keharmornisan, dan integritas
yang mencangkup seluruh potensi manusia secara optimal dan wajar. Optimal dan
wajar mengisyaratkan bahwa disadari betapa sulitnya menemukan sosok manusia
yang mencapai tingkat kesehatan mental yang sempurna. Biasa juga dikatakan,
mmanusia berusaha mencapai kesehatan mental menuju kesempurnaaan, bahkan yang
lazim ditemukan, orang-orang yang mencapai tingkat kesehatan mental yang wajar.
Dalam perspektif lain, sebagai disiplin ilmu ndi
bidang psikologi, kesehatan mental atau hygiene
mental adalah ilmu yang di pelajari masalah kesehatan mental dan bertujuan
untuk mencegah serta mengobati (menyembuhkan) individu dari gangguan kejiwaan
(kartono dkk, 1989:3). Kesehatan mental memiliki banyak pengertin. Hal ini
desebabkan karena adanya pemaknaan kesehatan mental dilatar belakangi oleh
konsepsi-konsepsi empirik tertentu yang merupakan bagian dari teori kesehatan
mental (Mujib dkk, 2001:133).
Istilah kesehatan mental diambil dari konsep
mental hygiene, maka kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti
kejiwaan. Kata mental memiliki persamaan makna dengan kata “psyhe” yang
berasal dari bahasa Latin yang berarti psikis atau jiwa. Jadi dapat diammbil
kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau
kesehatan mental. Kesehatan mental
adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa
neurosis maupun psikosis; penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial (Mujib,
2002:139). Mental yang sehat tidak akan terganggu oleh stressor
(penyebab terjadinya stres). Orang yang memiliki mental yang sehat berarti
mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan
lingkungannya. Notosoedirdjo (1980: 23) menyaatakan bahwa ciri-ciri orang yang
memiliki kesehatan mental adalah memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari
tekannan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen
Karantenan, keberadaan seseorang teerhadap stressor berbeda-beda kareena
faktor genetik, proses belajar dan budaya yang ada di lingkungannya, intensitas
stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
Latipun (2005:43), mengatakan bahwa terdapat
banyak cara dalam mendefinisikan kesehatan mental (mental hygene), yaitu
: (1) karena tidak mengalami gangguan mental; (2) tidak jatuh sakit akibat
stressor; (3) sesuai dengan kepastiannya dan selaras dengan lingkungannya; dan
(4) tumbuh dan berkembang secara positif.
Pertama, sehat
mental karena tidak mengalami gangguan mental.Orang sehhat mentalnya adalah
orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan gangguan
jiwa. Vaillaint (dalam Latipum, 2005: 31), mengatakan bahwa kesehatan mental
atau psikologis itu “ as the presence of successfull adjustment or the
absence of psychopstology”, dan yang dikemukakan oleh Kazdin yang menyatakan kesehatan mental “ as a
state in which there is an absence of dysfunction in psychological, emotional,
behavioral, and sosoal spheres”. Pengertian ini bersifat dikotomis, bahwa
oang berada dalam keadaan sakit atau sehat psikisnya. Sehat jika tidak terdapat
sedikitpun gangguan psikisnya, dan jika ada gangguan psikis maka
diklasifikasikan sebagai orang sakit dengan kata lain sehat dan sakit itu
mental itu bersifat nominal yang dapat di bedakan kelompok-kelompoknya. Sehat
dengan pengertian ”Terbebas dari gangguan”, berarti jika ada gangguan sekalipun
sedikit seseorang itu dianggap tidak sehat.
Kedua, sehat mental jika
tidak sakit akibat adanya stressor. Notosoedirjo
mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri
tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber
stres).
Ketiga, sehat mental jika
sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya. Michael dan Kirk
Patrick memandang bahwa individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala
psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan
sosialnya. Pengertian ini terdapat aspek indiviidu dan aspek lingkungan.
Keempat, sehat
mental karena tumbuh dan berkembang secara positif. Frank,L.K merumuskan
pengertian kesehatan mental secara lebih komprehensif dan melihat kesehatan
mental secara positif. Dia mengemukakan kesehatan mental adalah orang yang
terus menerus tumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung
jawab, menemukan penyesuaian dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan
sosial.
Dari berbagai pengertian yang ada, Johada
merangkum pengertian kesehatan mental dengan mengemukakan tiga ciri pokok
mental yang sehat : (a) seseorang melakukan penyesuaian diri terhadap
lingkungan untuk menguasai, mengontrol lingkungannya sehingga tidak pasif
menerima begitu saja kondisi sosialnya. (b) seseorang menunjukan keutuhan
kepribadiannyaa mempertahankan integrasi kepribadian yang stabil yang diperoleh
sebagai akibat dari pengaturan yang aktif, (c) seseorang mempersepsikan dunia dengan dirinya dengan benar, independen
dalah hal kebutuhan pribadi.
World federation for mental health merumuskan
kesehatan mental sebagai berikut (1) kesehatan mental sebagai kondisi yang
memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual,
dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain. (2) sebuah
masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada
anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang
dan toleran terhadap masyarakat yang lain. Dalam konteks ini kesehatan mental
itu tidak cukup dalam pandangan individu melainkan dukungan dari masyarakat
untuk berkembang secara optimal.
Dibalik keanekaragaman konsep kesehatan mental,
beberapa ahli mengemukakan semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan
kesehatan mental. Saparinah sadli mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental.
Pertama, orientasi klasik. Kedua, orientasi penyesuai diri. Ketiga, orientasi
pengembangan potensi.
Zakiyah daradjat mengemukakan lima buah rumusan
kesehatan mental yang lazim dianut para ahli :
1.
Kesehatan
mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa dan penyakit jiwa.
2.
Kesehatan
mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan diri sendiri
, orang lain, dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup.
3.
Kesehatan
mental adalah keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi jiwa yaitu
kesanggupan untuk menghadapi problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan konflik batin.
4.
Kesehatan
mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan
serta memanfaatkan potensi, bakat, dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin,
sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa.
5.
Kesehatan
mental adalah erwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi kejiwaan
dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungan,
berlandaskan keimanan, ketakwaan serta bertujuan mencapai hidup yang bermakna
dan bahagia dunia akhirat.
Dari berbagai pengertian kesehatan mental yang
telah diungkap diatas, menunjukan bahwa pengertian kesehatan mental sangat
luas. Namun belum mencakup seluruh bidang kehidupan manusia.Manusia hidup punya
pegangan hidup, yaitu agama, sedangkan pengertian-pengertian yang telah
disebutkan diatas tidak menyangkut atau menyinggung aspek agama. Padahal, agama
merupakan petunjuk bagi manusia serta menghendaki manusia memperoleh
ketentraman hati, kedamaian dan kebahagiaan hidupnya. Pada posisi inilah
zakiyah Daradjat, memberikan definisi mengenai kesehatan mental sebagai berikut
:
Kesehatan
mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan
lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk
mencapai hidup yang bermakna dan bahagia dunia akhirat.
Memahami kesehatan mental secara luas
adalah penting di zaman ini. Hal ini dikarenakan walaupun kemajuan ilmu
teknologi, dan industrialisasi dapat memberikan kemudahan dan kesenangan kepada
manusia, tetapi semuanya itu belum dapat menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan
jiwa.Ini disebabkan kemajuan yang membawa pada perubahan dalam kehidupan sosial
dan budaya manusia dan sudah barang tentu mempengaruhi kehidupan jiwa. Semakin
maju kebudayaan dan peradaban, semakin kompleks pula masalah dan kebutuhan
hidup manusia. Adalah suatu kenyataan bahwa kesehatan mental berhubungan dengan
berbagai segi kesejahteraan masyarakat seperti kemiskinan, pendidikan, pekerjaan,
dan perumahan. Berdasarkan uraian di atas, pengertian kesehatan mental yang
dirumuskan oleh zakiyah Daradjat hanya dengan kesehatan mental dalam arti yang
luaslah bisa terwujud kesejahteraan dan kebahagiaan manusia yang sesungguhnya. Tanpa
pengertian demikian, orang mungkin saja mencapai kondisi mental yang memadai
tetapi itu hanya dalam arti semu.Kondisi kesehatan mental yang sesungguhnya
adalah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat serta ilmu
agama.
Ada penelitian menarik dari world health
organization (WHO) dalam memberikan kriteria jiwa atau mental yang sehat.
Menurut organisasi ini, mental yang sehat adalah mental yang dapat menyesuaikan
diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyataan Itu buruk baginya,
memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya, merasa telah puas memberi
dari pada menerima, relatif bebs dari rasa tegang dan cemas, berhubungan dengan
orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan, menerima kekecewaan
untuk dipakainya sebagai pelajar untuk kemudian hari, menjerumuskan rasa
permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan kontruktif, dan mempunyai rasa
kasih sayang. Pada tahun 1984, WHO menyempurnakan batasan sehat dengan
menambahkan satu elemen spiritual (agama), sehingga yang sekarang ini dimaksud
dengan sehat adalah tidak hanya dalam arti fisik , spikologi, dan sosial,
tetapi sehat dalam arti spiritual agama (empat dimensi sehat,
bio-psiko-sosial-spiritual) (hawari, 1996 : 12).
Dari definisi ini dapat di ketahui bahwa
peranan agama sangat penting dalam kesehatan mental. Adanya unsur keimanan dan
ketakwaan menambah keyakinan kita untuk menjaga kesehatan mental.Keimanan dan
ketakwaan disini adalah beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, karena dengan
beriman dan bertakwa kepada-Nya manusia dengan mudah dapat mengatasi segala
gangguan dan penyakit mental, demi terwujudnya harapan manusia mencapai hidup
bahagis dunia dan akhirat.Dalam konteks kekinian, kesehatan mental modernitas
yang semakin kompleks yang memacu manusia untuk sekuat tenaga berakselerasi
dengan zaman. Dari sinilah konsekuensi modernitas muncul. Kalau diperhatikan
manusia dalam kehidupannya muncul fenomena yang bermacam-macam yang terlihat. Ada
orang yang kelihatannya selalu berbicara dan bahagia, walau apapun keadaan yang
dihadapinya dia desenangi orang, tidak ada orang yang membencinya dan
pekerjaanya selalu berjalan dngan lancar. Sebaliknya ada pula orang yang sering
mengeluh dan bersedih hari, tidak cocok dengan orang lain dalam pekerjaannya,
tidak bersemangat serta tidak dapat memikul tanggung jawb. Hidupnya dipenuhi
kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan dan mudah diserang oleh
penyakit-penyakit yang jarang dapat diobati. Mereka tidak pernah merasakan
bahagia. Disamping itu ada juga orang yang dalam hisupnya suka mengganggu,
melangggar hak dan ketenangan orang lain, suka mengadu domba, memfitnah,
menyeleweng, menganiaya dan menipu.
Gejala-gejala kegelisahan masyarakat
itulah yang mendorong para ahli ilmu jiwa untuk berusaha menyelidiki apa yang
menyebabkan tingkah laku orang berbeda-beda, meskipun kondisinya sama, juga apa
sebabnya orang yang tidak mampu mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam
hidupnya. Usaha ini menumbuhkan satu cabang termuda dari ilmu jiwa yaitu
kesehatan mental. Menurut kartini-kartono (1989: 3-5) dalam Higene mental dan
kesehatan mental dalam islam, secara etimologi kesehatan mental (mental
hygiene) berasal dari kata “mental” dan “hygeia” adalah nama
dewi kesehatan Yunani dan “hygiene” berarti ilmu kesehatan, sedangkan
mental berasal dari kata latin “mens” atau “mentis” yang
mempunyai arti jiwa, nyawa, sukma, roh semangat mental hygiene sering disebut
pula sebagai spikolog psyche (dari kata Yunani Psuche) artinya nafas, asas
kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, dan semangat.
Menurut Zakiyah Daradjat (2001: 11-14)
banyak pengertian tentang kesehatan mental yang diberikan oleh para ahli,
sesuai dengan pandangan dan bidangnya masing-masing.Setidaknya ada empat
definisi dasar. Pertama, kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari
segala gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala
penyakit jiwa (psychose).Definisi ini banyak mendapat sambutan dari
kalangan psikiater (kedokteran jiwa).Menurut definisi ini, orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang terhindar dari segala gangguan dan penyakit jiwa.
Kedua, kesehatan mentak adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta
lingkungan dimana ia hidup. Definisi kedua ini, bersifat luas dan umum, karena
dihubungkan dengan kehidupan secara keseluruhan. Kesanggupan untuk menyesuaikan
diri itu, akan membawa orang kepada kenikmatan dan terhindar dari keceasan, kegelisahan,
dan ketidakpuasan. Di samping itu, ia penuh dengan semangat dan kebahagiaan
dalam hidup. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, harus lebih
dulu mengenal diri sendiri dan menerimanya sebagaimana adanya, lalu bertindak
sesuai dengan kemampuan dan kekurangan yang ada. Disamping itu, orang juga
harus mengenal, memahami, dan meneliti orang lain dari segala segi secara objektif.
Jangan melihat dan menilai orang lain secara subjektif, yaitu menurut perasaan
dan ukurannya, tapi usahakanlah melihat orang dengan ukuran-ukuran orang itu
sendiri. Kita harus mengenal keistimewaan orang disamping kekurangan atau
kelebihannya. Selanjutnya perlu pula diketahui lingkungan, termasuk
kaidah-kaidah sosial, peraturan dan adat istiadat, kebiasaan, ajaran agama,
undang-undang, dan suasana pada umumnya. Dalam tindakan, pandangan dan apa saja
yang terjadi, orang tidak boleh melupakan di mana orang berada, agar tindakan
kita tidak bertentangan dengan peraturan dan kebiasaan yang berlaku, serta
menyadari sepenuhnya akan kewajiban kita terhadap lingkungan itu. Menurut
definisi kedua ini, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menguasai
segala faktor dalam hidupnya, sehingga ia dapat menghindarkan tekanan-tekanan
perasaan atau hal-hal yang membawa kepada frustasi.
Ketiga, kesehatan mental adalah pengetahuan dan
perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi,
bakat dan pembawaannya yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada
kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan
penyakit jiwa.Definisi ini mendorong orang mengembangkan dan memanfaatkan
segala potensi yang ada. Jangan sampai ada bakat yang tidak tumbuh dengan baik
atau yang digunakan dengan cara yang tidak membawa kepada kebahagiaan, yang
mengganggu hak dan kepentingan orang lain. Bakat yang tidak dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik, akan membawa kepada kegelisahan dan pertentangan batin.
Dalam pergaulan dengan orang atau keluarganya akan terlihat kaku dan mungkin
sekali tidak akan mengindahkan orang karena ia merasa menderita, sedih, marah
pada diri sendiri dan orang lain. Mungkin pila orang mendapat kesempatan untuk
mengembangkan bakat dan potensi yng ada padanya dengan baik, tapi kepandaian
dan kecerdasannya itu digunakannya untuk menipu, mengambil hak orang lain, atau
menyengsarakan orang, maka orang itu pun termasuk orang yang kurang sehat.
Keempat, kesehatan mental adalah terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problem yang terjadi, dan merasakan secara positif
kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Fungsi jiwa seperti : pikiran, perasaan,
sikap jiwa, bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya
keharmonisan yang menjauhkan orang dari kegelisahan dan pertentangan batin
(konflik). Keharmonisan antara fungsi jiwa dan tindakan tegas itu dapat dicapai
antara lain dengan keyakinan akan ajaran agama, keteguhan dalam mengindahkan
norma-norma agama, sosial, hukum, moral dan sebagainya. Fungsi jiwa dengan
semua unsurnya bertindak menyesuaikan orang dengan dirinya, dengan orang lain
dan lingkungannya. Dalam menghadapi suasana yang berubah, fungsi jiwa akan
bekerja sama secara harmonis dalam menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan
terebut. Dengan demikian perubahan itu tidak akan menyebabkan kegelisahan dan
kegoncangan jiwa. Kadang perubahan itu sangat besar, misalnya : kekayaannya habis, orang yang
paling disayangi meninggal dunia, sehingga timbulah ketidakharmonisan jiwa,
sehingga orang menjadi murung, bingung, menjauhkan diri dengan kehidupan orang
banyak, diserang oleh penyakit yang tidak ada obatnya, dan sebagainya.
Dapat dikatakan bahwa kesehatan mental
adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat
menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada Tujuan
Kesehatan Mental.[2]
Beberapa
definisi Kesehatan mental yang dikemukakan menurut para ahli, yaitu:
1.
World
Healt Organization dalam Winkel (1991)
Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan
fisik, mental dan sosial secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya
penyakit atau keadaan lemah tertentu (kesejahteraan hidup).
2.
Zakiah
Darojad (1982)
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit
jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang
ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai
keharmonisan jiwa dalam hidup. Seseorang yang sehat mentalnya mengalami
keseimbangan dalam keadaan equilibrium, tidak sebelah dan tidak gonjang.
Mempunyai kesetabilan emosi dalam menghadapi persoalan serta mendapat kepuasan
dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, sosial, dan metafisis.[3]
B.
Sejarah
Kesehatan Mental
Dalam sejarah kesehatan mental,
Secara historis kajian kesehatan mental terbagi dalam dua periode yaitu periode
pra-ilmiah dan periode ilmiah.
1.
Periode
Pra-Ilmiah
Sejak zaman dahulu sikap terhadap gangguan
kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitive animeisme, ada
keprcayaan bahwa dunia ini di awasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang
primitive percaya bahwa angina bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan
pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda-benda tersebut. Orang
yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa
pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan
pesta (sesaji) dengan mantra dan korban.
Perubahan sikap terhadap tradisi animisme
terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikutnya mengembangkan
pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pendekatan
naturalism, suatu aliran yang berpendapata bahwa gangguan mental atau fisik itu
merupakan akibat dari alam. Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, setan atau
hantu. Dia menyatakan, ”jika anda memotong batok kepala, maka anda akan
menemukan otak yang basah, dan memicu bau yang amis, akan tetapi anda tidak
akan melihat roh, dewa atau hantu yang melukai badan anda”. Ide naturalistic
ini kemudian dikembangkan oleh Galen, seorang tabib dalam pembedahan hewan.
Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan
nzturzlistik ini tidak dipergunakan lagi di kalangan orang-orang Kristen. Seorang
dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan
sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia telah terpilih menjadi
kepala Rumah Sakit Bicetre di Prancis.Di rumah sakit ini, para pasiennya (yang
maniac) dirantai, diikat di tembok dan di tempat tidur. Para
pasien yang telah dirantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka di pandang
sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara
mereka banyak yang berhasil, mereka tidak menunjukkan lagi kecenderungan untuk
melukai atau merusak dirinya sendiri.
2.
Era
Ilmiah (Modern)
Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan
era pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional) dan
teradisional kesikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di amerika serikat, yaitu
pada tahun 1783. Ketika itu Binyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf
medis dirumah sakit penisylvania.Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap
sebagai Iunaties (orang gila atau sakit ingatan).Pada waktu itu sedikit
sekali pengetahuan tentang penyakit kegilaan tersebut, dan kurang mengetahui
bagaimana menyembuhkannya.Sebagai akibatnya, pasien tersebut didukung dalam sel
yang kurang sekali alat ventilasinya, dan mereka sekali-kali diguyur dengan
air. Rush melakukan usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang
menderita gangguan mental tersebut dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk
mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri
ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang
menjadi suatu body ofknowledge berikut gerakan-gerakan yang
terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pikiran,dan
inspirasi para ahli, dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis, yaitu
Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak
mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan
bagi orang miskin dan lemah.
Dalam bidang pencegahan
gangguan mental dan pertolongan bagi orang miskin dan lemah.Dorthea Lynde Dix
lahir pada tahun 1802 dan meninggal dunia tanggal 17 Juli 1887.Dia adalah
seoang guru dekolah Massachussets, yang menaruh perhatian teradap orang-orang
yang mengalami gangguan mental. Sebagian perintis, selama 40 tahun dia berjuang
memberikan pengorbanan terhadap orang orang gila secara lebih manusiawi. Usahanya
mula-mula di arahkan pada para pasien mental dirumah sakit. Kemudian diperluas
kepada para penderita gangguan mental yang dikurung dirumah-rumah penjara. Pekerjaan
Dix ini merupakan factor penting dalam membangung kesadaran masyarakat umum
untuk memperhatikan kebutuhan para penderita gangguan mental. Berkat usahanya
yang tak kenal lelah, di Amerika didirikan 32 rumah sakit jiwa.
Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai
muncul. Selama decade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mentaltelah
didirikan, seperti American Social Hygiene Association (ASHA), dan American Federation
for Sex Hygiene. Perkembangan gerakan-gerakan dibidang kesehatan mental ini
tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1878-1943). Bahkan karena
jasa-jasanya itulah, dia dinobatkan sebagai “The Founder of The Mental
Hygiene Movement” . dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam
bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat
manusiawi. Dedikasi Beers yang begitu kuat dalam kesehatan mental, dipengaruhi
juga oleh pengalamannya sebagi pasien dibeberapa rumah sakit jiwa yang berbeda.
Selama dirumah sakit, dia mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang keras dan
kasar (kurang manusiawi). Kondisi seperti ini terjadi karena pada masa itu
belum ada perhatian terhadap masalah gangguan mental, apalagi pengobatannya.
Setelah mendapatkan dua tahun perawatan dirumah sakit dia mulai
memperbaiki dirinya, dan selama tahun terakhirnya sebagai pasien, dia mulai
mengembangkan gagasan untuk membuat suatu gerakan untuk melindungi orang-orang
yang mengalami gangguan mental atau orang gila (insane). Setelah dia
kembali dalam kehidupan yang normal (sembuh dari penyakitnya), pada tahun 1908
dia menindaklanjuti gagasannya dengan mempublikasikan sebuah tulisan
otobiografinya sebagai mantan penderita gangguan mental yang berjudul A Mind That Found Itself. kehadiran
buku ini disambut baik oleh William James, sebagai seorang pakar psikologi.
Dalam buku ini, dia memberikan koreksi terhadap program pelayanan, perlakuan
yang diberikan kepada para pasien rumah sakit-rumah sakit yang dipandangnya
kurag manusiawi. Disamping itu dia melupakan reformasi terhadap lembaga yang
diberikan perawatan gangguan mental.
Beers meyakini bahwa penyakit atau gangguan mental dapat
dicegah atau disembuhkan. Selanjutnya dia merancang suatu program yang bersifat
nasional tujuannya adalah:
a.
Mereformasi
program perawatan dan pengobatan terhadap orang-orang pengidap penyakit jiwa.
b.
Melakukan
penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap
yang positif terhadap para pasien yang mengidap gangguan atau penyakit jiwa.
c.
Mendorong
dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan pengobatan gangguan
mental.
d.
Mengembangkan
praktik-praktik mencegah gangguan mental.
Program Been ini ternyata mendapat respon positif dari kalangan
masyarakat, terutama kalangan para ahli, seperti William James dan seorang
psikiatris ternama, yaitu Adolf Mayer. Begitu tertariknya terhadap gagasan
Beers, Adolf Mayer menyarankan untuk menamai gerakan itu dengan nama“Mental
Hygiener”. Dengan demikian yang mempolurkan istilah “Mental Hygiener” adalah
Mayer. Belum lama setelah buku itu diterbitkan, yaitu pada tahun 1908, sebuah
organisasi pertama, dengan nama Connectievt Society For Mental Hygiene. Satu
tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 19 Februari 1909 didirikan Nationa
Commitye Siciety for Mental Hygience, disini Beers di angkat menjadi
sekretarisnya. Organisasi ini bertujuan untuk:
a.
Melindungi
kesehatan mental masyarakat.
b.
Menyusun
standar perawatan para pengidap gangguan mental.
c.
Meningkatkan
studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagai aspek yang
terkait dengannya.
d.
Menyebarkan
pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan dan pengobatannya.
e.
Mengkoordinasikan
lembaga-lembaga perawatan yang ada.
Terkait
dengan perkembangan gerakan kesehatan mental ini, Deutsch mengemukakan bahwa
pada masa dan pasca Perang Dunia I, gerakan kesehatan mental ini
mengkonsentrasikan programnya untuk membantu mereka yang mengalami masalah
serius. Setelah perang usai,
gerakan kesehatan mental semakin berkembang dan cakupan garapannya meliputi
berbagai bidang kegiatan, seperti pendidikan, kesehatan masyarakat, pengobatan
umum, industry, kriminologi, dan kerja sosial.Secara hukum, gerakan kesehatan
mental ini mendapatkan pengukuhannya pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika
presiden Amerika serikat menandatangani “The National Mental Helath Act”.Dokumen
ini merupakan blueprintyang komprehensif, yang berisi program-program
jangka panjang yang di arahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh
warga masyarakat. Beberapa tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut itu
meliputi :
a.
Meningkatkan
kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melaluyi penelitian,
investigasi, eksperimen penanganan kasus-kasus, diagnosis dan pengobatan.
b.
Membantu
lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan penelitian dan
meningkatkan koordinasi antara peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian
penelitian dan meningkatkan kegiatan dan pengaplikasikan hasil-hasil
penelitiannya.
c.
Memberikan
latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental.
d.
Mengembangkan
dan membantu Negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis dan
pengobatan terhadap para pengidap gangguan metal.
Pada
tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus bertambah, yaitu dengan berdirinya
National Association for Mental Health yang bekerjasama dengan tiga organisasi
swadaya masyarakat lainnya, yaitu National Committee for Mental Hygience,
National Mental Health Foundation dan Psychiatric Foundation. Gerakan kesehatan
mental ini terus berkembang, sehingga pada tahun 1975 di Amerika Serikat
terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental.Di belahan dunia
lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui Word Federation for Mental Health dan
World Health Oeganization.[4]
C.
Tujuan
Kesehatan Mental
Tujuan
kesehatan mental adalah :
1.
Mengusahakan
agar manusia memiliki kemampuan mental yang sehat.
2.
Mengusahakan
pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan mental dan penyakit mental.
3.
Mengusahakan
pencegahan berkembangnya bermacam-macam gangguan mental dan penyakit mental.
4.
Mengurangi
atau mengadakan penyembuhan terhadap gangguan dan penyakit mental.
Tujuan
ini akan tercapai, bilacara-cara menangani dilakukan kerjasama antara ahli yang
berwenang serta kesadaran dan kesediaan masyarakat pada umumnya.[5]
D.
Hubungan
Kesehatan Mental dengan disiplin Ilmu lainnya
Kesehatan mental bukanlah suatu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri. Dia dibangun oleh berbagai bidang ilmu, baik yang secara
langsung membidangi kesehatan maupun tidak. Bahkan Wallace Allin menyebutkan
sejumlah bidang ilmu yang terkait dan membangun kesehatan mental adalah:
psikologi, studi anak, pendidikan, sosiologi, psikiatri, medis, biologi, dan
sosioantropologi (Crow, 1968). Tentunya, juga disadari bahwa bidang ilmu lain
seperti studi agama, ekonomi, dan politik memiliki kontribusi yang sangat besar
bagi pengembangan kesehatan mental. Berbagai bidang ilmu yang memberi
kontribusi bagi kesehatan mental sebagian di antaranya akan dijelaskan sebagai
berikut.
1.
Ilmu
kedokteran
Ilmu kedokteran mempelajari tentang penyakit dan cara
pengobatannya. Selain menekuni bidang pengobatan, ilmu kedokteran, termasuk
kedokteran jiwa, juga mengembangkan ilmu kedokteran pencegahan. Khususnya
bidang yang ditekuni dalam bidang kedokteran jiwa ini memberi sumbangan yang
sangat bermakna bagi kesehatan mental masyarakat.
2. Psikologi
Psikologi merupakan disiplin ilmu di bidang perilaku manusia, yang diantaranya mempelajari dimensi psikis manusia dengan segenap dinamikanya. Perilaku manusia, termasuk perilaku yang normal dan yang abnormal atau patologis juga dipelajari. Memahami kesehatan mental masyarakat, tentunya membutuhkan pemahaman terhadap proses psikis yang turut mempengaruhi perilaku yang sehat dan tidak sehat sebagaimana yang dipelajari di bidang psikologi.
Psikologi merupakan disiplin ilmu di bidang perilaku manusia, yang diantaranya mempelajari dimensi psikis manusia dengan segenap dinamikanya. Perilaku manusia, termasuk perilaku yang normal dan yang abnormal atau patologis juga dipelajari. Memahami kesehatan mental masyarakat, tentunya membutuhkan pemahaman terhadap proses psikis yang turut mempengaruhi perilaku yang sehat dan tidak sehat sebagaimana yang dipelajari di bidang psikologi.
3. Sosio-antropologi
Perilaku dan sistem masyarakat, termasuk nilai sosial budayanya menjadi pokok perhatian dalam sosio-antropologi. Dalam berbagai studi dimengerti bahwa aspek sosio-antropologis itu menjadi bagian penting dalam kehidupan umat manusia, baik fisik maupun mental. Dalam kesehatan mental, dimensi sosio-antropologis ini perlu diperhatikan baik untuk keperluan pemahaman maupun strategi intervensinya. Intervensi kesehatan mental akan berhasil jika mempertimbangkan dimensi sosial dan budayanya.
Perilaku dan sistem masyarakat, termasuk nilai sosial budayanya menjadi pokok perhatian dalam sosio-antropologi. Dalam berbagai studi dimengerti bahwa aspek sosio-antropologis itu menjadi bagian penting dalam kehidupan umat manusia, baik fisik maupun mental. Dalam kesehatan mental, dimensi sosio-antropologis ini perlu diperhatikan baik untuk keperluan pemahaman maupun strategi intervensinya. Intervensi kesehatan mental akan berhasil jika mempertimbangkan dimensi sosial dan budayanya.
4. Ilmu pendidikan
Ilmu
pendidikan mempelajari perubahan perilaku manusia secara lebih normatif. Selain
mempelajari materi yang diberikan, juga strategi yang harus ditempuh agar
perubahan perilaku itu lebih efektif. Ilmu pendidikan tentunya memberikan
kontribusi bagi bidang kesehatan mental, khususnya dalam pengembangan
intervensi-intervensi kepada masyarakat. Prinsip-prinsip pendidikan
dimanfaatkan untuk peningkatan kesehatan masyarakat.
5. Disiplin ilmu lain
Disiplin
ilmu lain seperti ekonomi, ekologi, biologi, dan studi agama secara bermakna
juga memberikan kontribusinya bagi pemahaman dan penanganan kesehatan mental
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa begitu dekat keterkaitan antara
kesehatan mental masyarakat dengan disiplin ilmu lain. Oleh karena itu, dalam
usaha peningkatan, pemeliharaan, dan pencegahan di bidang kesehatan mental
tidak cukup didekati dari satu segi belaka, tetapi perlu melibatkan berbagai
bidang ilmu.[6]
BAB III
KESIMPULAN
Kesehatan
mental sering disebut juga dengan istilah mental healtdan atau mental hygiene.
Secara historis, ilmu ini diakui berasal dari kajian psikologi, usaha para
psikolog yang kemudian menelurkan ilmu
baru ini berawal dari keluhan-keluhan masyarakat sebagai akibat dari munculnya
gejala-gejala yang menggelisahkan. Fenomena
psikologis ini tampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu semata, melainkan
oleh masyarakat luas. Ketika kegelisahan itu masih berarti. Ilmu kesehatan
mental berkaitan erat dengan terhindarnya seseorang dari gangguan dan ppenyakit
kejiwaan. Pengertian klasik ini mengandung arti sangat sempit, karena kajian
ilmu kesehatan mental hanya diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan
dan penyakit jiwa saja. Padahal ilmu ini juga sangat dibutuhkan oleh setiap
orang yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Sundari, Siti.,
Kesehatan Mental Dalam Kesehaatan, Jakarta:Pt.Rineka Cipta, 2005.
Rochman,
Kholil Lur.,
Kesehatan Mental, Purwokerto: STAIN Press, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar