Senin, 16 Januari 2017

PENDIDIK



BAB I
PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat penting artinya dalam proses pendidikan, karena dia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itukah sebabnya islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik, karena memiliki ilmu pengetahuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Pendidik mempunyai tugas yang mulia, sehingga islam memandang pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi dari pada orang-orang yang tidak berilmu dan orang-orang yang bukan sebagai pendidik. Tetapi disamping itu orang-orang yang berilmu tidak boleh menyembunyikan atau menyimpan ilmu-ilmu yang dimilikinya itu untuk dirinya sendiri, melainkan memberikan dan menolong orang lain yang tidak berilmu sehingga menjadi berilmu.[1]
Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang berilmu itu terbukti didalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11yang berbunyi:
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Pada makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian dan hakikat pendidik, syarat menjadi seorang pendidik, tugas pendidik.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidik
Pendidik secara pedagogis yaitu:
1.      Secara adi kodrati pendidik adalah orang tua peserta didik masing-masing. Jadi jika orang tua yang membuang anak kandungnya maka beliau tidak berperan sebagai pendidik. Berbeda dengan orang tua yang berperan sebaik mungkin dengan segala keterbatasannya selalu mengarahkan anaknya, berhubung semakin lama semakin dibutuhkan pendidikan yang lebih tinggi maka menyerahkan kelembaga pendidikan. Maka pendidik sejati itu adalah orang tuanya sendiri.
2.      Pendidik lain ialah orang yang diserahi tugas pendidik peserta didik, misalnya lembaga pendidikan formal maupun non formal.[2]
Dalam hal ini, pendidik disebut juga dengan guru, merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia yang diharapkan kehadiran dan perannya dalam pendidikan, sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dunia pendidikan.
Di sekolah guru hadir untuk mengabdikan diri kepada anak didik. Guru dan anak didik adalah sebagi dwitunggal. Kemuliaan guru tercermin pada pengabdiannya kepada anak didik dalam interaksi edukatif disekolah dan luar sekolah.disekolah guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang tua, guru harus menganggapnya sebagai anak didik, bukan menganggapnya sebagi peserta didik.[3]

B.     Ciri-ciri Pendidik
Agar proses pendidikan dapat berjalan baik dan lancer maka seorang pendidik memiliki ciri-ciri utama yaitu memiliki wibawa atau kewibawaan. Kewibawaan yaitu pengaruh positif normative yang diberikan kepada orang lain atau anak didik dengan tujuan agar yang bersangkutan dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Jadi kewibawaan tersebut mengandung unsur-unsur:
1.      Adanya pengaruh positif normative misalnya, pendidik mengajak peserta didik (secara formal) untuk tepat pada waktunya, maka pendidik juga harus dating tepat waktu berarti menimbulkan kedisiplinan.
2.      Bertujuan sebagai pendidikan juga harus mengetahui yang akan dituju didalam proses pendidikan.
3.      Penerima pengaruh dari orang lain atau peserta didik.
4.      Pengembangan pendidik harus selalu mengembangkan diri seoptimal mungkin.
Kewibawaan yang ditimbulkan pendidik berjalan dengan sendirinya yang secara langsung ataupun tidak langsung peserta didik akan mengidentifikasika dengan pendidikan yang akhirnya terjadi kontak yang baik sehingga menimbulkan perasaan aman dan percaya. Apabila kedua rasa di atas terjadi maka adanya segala apa yang dikatakan oleh pendidik akan dipatuhi, baik itu dilakukan oleh orang tua sejati atau seorang guru.
Ciri kedua menjadi seorang pendidik yaitu harus mengenal secara pribadi anak/peserta didik yang secara otomatis hafal nama anak didiknya.
Ciri yang ketiga, pendidik harus mau membantu peserta didik dalam arti peserta didik harus terus menerus dibantu melainkan pendidik harus mengetahui bahwa anak didik atau peserta didik adalah “aku” yang berpribadi dan ingin bertanggung jawab dan ingin menentukan diri sendiri.[4]
C.     Syarat Menjadi Seorang Pendidik
Seorang guru harus mengetahui tujuan pendidikan yang dianut oleh suatu negaranya, kalau di Indonesia pendidik harus mengetahui tujuan pendidikan nasional.
Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi seorang guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu sehat jasmani, berakhlakul karimah, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
1.      Takwa kepada Allah
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah jika ia sendiri tidak bertakwa kepadaNya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya, sebagaimana Rasulullah SAW menjadi telan bagi umatnya.
2.      Berilmu
Seorang guru harus memiliki ilmu yang tinggi dan berpendidikan tinggi, karena guru yang berkualotas aan menghasilkan siswa yang berkualitas pula.
3.      Sehat Jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar, seperti dalam ucapan “Mens sana in corpore sano yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
4.      Berakhlakul Karimah
Budi pekerti guru sangat penting dalam pendidikan watak murid. Guru harus menjadi suri tauladan, karena anak-anak bersifat meniru. Diantara tujuan pendidikan adalah membentuk akhlakul karimah pada anak dan hanya mungkin jika guru itu berakhak baik pula. Yang dimaksud dengan akhlak baik dalam ilmu pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran islam, seperti yang dicontohkan oleh pendidik utama, Muhmmad SAW. Di antara akhlak guru adalah:
a.       Mencintai jabatannya sebagai guru
Dalam keadaan bagaimanapun seorang guru harus berusaha mencintai pekerjaannya. Dan pada umumnya kecintaan terhadap pekerjaan guru akan bertambah besar apabila dihayati benar-benar keindahan dan kemuliaan tugas itu. Yang paling baik adalah apabila seseorang menjadi guru karena didorong oleh panggilan jiwa.
b.      Bersikap adil terhadap semua muridnya
Guru harus dapat bersikap adil atau memperlakukan mereka sama, anta siswa yang kaya dan tidak, yang pintar dan tidak dan lain-lain.
c.       Berlaku sabar dan tenang
Kerapkali dalam pembelajaran seorang siswa tidak memahami apa yang dismapaikan guru sehingga menjadi pendian atau bias saja membuat keributan, dalam hal ini, guru harus tetap sabar, tenang dan tabah sambil berusaha mengkaji masalahnya dengan tenang, sebab mungkin saja kesalahan terletak pada dirinya yang kurang simpatik atau cara mengajarnya yang kurang terampil bahkan mungkin bahan pelajarannya yang belum dikuasai guru.
d.      Guru harus berwibawa
Guru yang berwibawa adalah guru yang mampu menguasai anak-anak seluruhnya baik dalam kegiatan pembelajaran ataupun diluar kelas.
e.       Guru harus gembira
Guru yang gembira memiliki sifat humor, suka tertawa dan suka memberi kesempatan tertawa kepada anak-anak. Dengan senyumannya ia memikat hati anak-anak. Sebab apabila pelajaran diselingi humor, gelak dan tawa, niscaya jam pelajaran terasa pendek dan tidak membosankan. Guru yang gembira biasanya tidak lekas kecewa, ia mengerti bahwa anak-anak tidak bodoh, tetapi belum tahu. Dengan gembira ia mencoba menerangkan pelajaran sampai anak itu memahaminya.
f.       Guru harus bersifat manusiawi
Guru adalah manusia yang tak lepas dari kekurangan dan cacat. Ia bukan manusia sempurna. Oleh karena itu ia harus berani melihat kekurangan-kekurangannya sendiri dan segera memperbaikinya. Dengan demikian pandangannya tidak picik terhadap kelakuan manusia umumnya dan anak-anak khususnya. Ia dapat melihat perbuatan yang salah menurut ukuran sebenarnya. Ia memberi hukuman yang adil dan suka memaafkan apabila anak khilaf akan kesalahannya.
g.      Bekerja sama dengan guru-guru lain
Guru harus saling bekerja sama dengan guru lain dalam menentukan peraturan apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak di pebolehkan atau dilarang agar anak-anak tidak merasa bingung.
Kepala sekolah harus mengabdi kepada guru-guru, yang artinya ia harus mengurus dan siap sedia memperjuangkan kepentingan guru-guru lainnya.
h.      Bekerja sama dengan masyarakat
Guru harus memiliki pandangan luas. Guru harus mampu berinteraksi dengan masyarakat secara aktif, supaya sekolah tidak terpencil dan di kenal di masyarakat sehingga masyarak akan memberi kepercayaannya untuk menyekolahkan anaknya disekolah tersebut.[5]
Al Qalqasyandi seorang pendidik Islam pada Zaman Khalifah Fatimiyah di Mesir mengajukan beberapa syarat bagi seorang pendidik Islam sebagai berikut:
1.      Syarat fisik, meliputi:
a.       Bagus badannya
b.      Manis muka/berseri-seri
c.       Lebar dahinya
d.      Dahinya terbuka dari rambutnya
2.      Syarat psikis, meliputi:
a.       Berakal (sehat akalnya)
b.      Tajam pemahamannya
c.       Hatinya beradab
d.      Adil
e.       Bersifat perwira
f.       Lurus dada
g.      Bila berbicara artinya lebih dahulu terbayang dalam hatinya
h.      Perkataannya jelas, dan mudah dipahami dan berhubungan dengan yang lain
i.        Dapat memilih perkataan yang mulia dan baik
j.        Menjauhi sesuatu yang membawa kepada perkataan yang tak jelas.[6]

D.    Tugas Pendidik
Beberapa tugas pendidik, yaitu:
1.      Membimbing anak didik
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan kesanggupan, bakat, minat, dan sebagainya.
2.      Menciptakan situasi untuk pendidikan
Situasi pendidikan, yaitu suatu keadaan yang menyebabkan tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
3.      Memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan.
Pengetahuan keagamaan dan lainnya, pengetahuan ini tidak hanya sekedar diketahui, akan tetapi juga di amalkan dan diyakininya sendiri. Kedudukan pendidik sebagai pihak yang lebih dalam situasi pendidikan harus pula diingat bahwa pendidik adalah manusia biasa dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu menjadi tugas pula bagi sipendidik untuk selalu meninjau diri sendiri.[7]

E.     Peran Sosial seorang Pendidik
Jika kita didalam memandang berorientasi pada pendidik sejati yaitu orang tua, maka peranan sosialnya bahwa suami istri itu otomatis bertanggung jawab atas keselamatan dan kebahagiaan anak-anaknya, dikarenakan anak tidak mampu mengurus diri dan mengembangkan dirinya. Orang tua bertugas membantu kedua hal tersebut, peranan sosial membantu itulah disebut mendidik, karena itu orang tua adalah pendidik.
Berbeda dengan guru, peranan sosialnya sebagai pendidik karena melakukan tugas dari orang tua atau keluarga. Atau dengan kata lain pendidik itu adalah orang tua kedua setelah orang tuanya sendiri. Karena berfungsi sebagai pendidik, maka guru melaksanakan tugasnya secara professional.[8]



















BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik itu ada dua; pertama, orang tua dan kedua, guru atau orang yang diamanati untuk memberikan pendidikan baik di sekolah formal maupun non formal. Seorang guru harus berwibawa dan memiliki sifat yang berakhlakul mulia, adil dan berpenampilan menarik serta humoris agar anak didik lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar dan menuntut ilmu.
Guru juga harus memahami tujuan pendidikan di lembaga sekolahnya ataupun negaranya, agar dapat melaksanakan tugasnya secara professional sehingga dapat menjcapai tujuan tersebut.
Orang tua melimiliki peran utuk mendidik di internal atau keluarganya dari sejak lahir sampai dewasa, karena itu salah satu penentu akhlak seorang anak didik nantinya, dan guru adalah orang tua kedua, atau pendidik kedua di lingkungan sekolah yang mana guru merupakan suri tauladan bagi anak didiknya.











DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.
Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.











[1] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 168
[2] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), hlm. 47
[3] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), hlm.59
[4] Ibid, hlm. 49
[5] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 44
[6] Ibid, hlm. 170
[7] Ibid, hlm. 70
[8] Abu Hnafi dan Nur Uhbiyati, Op Cit, hlm. 48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar