Senin, 16 Januari 2017

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DAULAH ABBASIYAH



PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Puji Dwi Darmoko, M.Hum



Sundari Yulianingsih


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
PEMALANG
Tahun Ajaran 2015/2016


BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan, adalah alat atau sarana bagi manusia untuk mengembangkan keilmuan dan pengetahuan, begitu pula dengan pendidikan Islam yang merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan umat Islam. Pendidikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untik meningkatkan kadar keimanannya terhadap Allah SWT.
Pendidikan islam muncul saat di utusnya Nabi Muhammad sebagai nabi, yang mana beliau diberi wahyu surat Al-Alaq yang mana pada surat tersebut memerintahkahkan untuk belajar “Iqra” bacalah, bahkan Nabi Muhammad SAW bersabda “Uthlubul Ilma Minal Mahdi Ilallahdi” yang artinya tuntutlah Ilmu dari engkau lahir sampai ke liang lahat (meninggal).
Pendidikan terus berkembang dari waktu kewaktu, dari masa Nabi Muhammad sampai sekarang, perkembangan pendidikan dimulai dari berkembangnya ilmu pengetahuan serta lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri.
Pada makalah ini akan lebih rinci menjelaskan tentang perkembangan Ilmu dan lembaga pendidikan pada masa daulah Abbasiyah.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Dinasti Abasiyah
Kekuasaan dinasti bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti bani umayah. Dimnamakn khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa didinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M). selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbas menjadi 5 Periode.
1.      Periode Pertama (132 H/750 M - 2032 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2.      Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh turki pertama.
3.      Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah, periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4.      Periode Ke empat (447 H/1055 – 509 H/1195 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5.      Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa Khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Bagdad.[1]

B.     Perkembangan ilmu masa dinasti Abasiyah
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah islamiyah di mana islam, mulai dari Cordove di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pembangunan di segala bidang, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur, sebaliknya dunia barat masih dalam keadaan gelap, bodoh, dan primitif. Dunia islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan di laboraturium dan observatorium, dunia barat masih asyik dengan jampi-jampin dandewa-dewa. Hal ini desebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan untuk menumbuhkan suatu budaya yang baru yaitu kebudayaan islam. Dorongan itu mula-mula menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama (ilmu naqli), bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudian ketika ilmu islam keluar dari jazira arab mereka menemukan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama ditambah dari perbendaharaan Yunani menimbulkan dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan di bidang akal ( ilmu aqli ). 
Dikatakan perbendaharaan Yunani karena pada waktu itu islam datang, ilmu Yunani sudah mati yang tinggal hanyalah buku-bukunya saja. Ketika islam sampai ke Byzantium, persia dan lain-lain, mereka tidak lagi menjumpai ilmu Yunani dipelajari orang, yang didapati hanyalah beberapa tabib Yunani, perkembangan baru tidak diperolh lagi.
Diceritakan asal mula kedatangan kebudayaan Yunani adalah filosof-filosof yunani yang lari dinegaranya kerena dikejar-kejar oleh rajanya akibat perbedaan madzab. Sebenarnya merekalah penyusun ilmu secara sistematis, namun ketika Yunani dijajah bangsa Romawi, raja-raja nya yang beragama Kristen tidak mentolerir. Masa raja Konstantin Agung ( wafat 366 M), perpustakaan yang didirikan oleh raja Perbeku yang liberal, dibubarkan atau dimusnahkan , pengetahuan dianggap sebagai sihir yang dikutuk, filsafat dan ilmu dibasmi. Kaisar Yustiniau pada tahun 529 M menutup sekolah filsafat yang masih ada dan pengajarannya diusir. Sarjanah itu kemudian lari ke persia dan mendapatkan kedudukan terhormat di istana Kisra Anusirwan (531-578 M) dan aliran filsafat neo Plato yang mereka bawa diterima baik. Didirikanlah di Yunde Sahpur sebuah perguruan tinggi, di mana sarjanah itu mengajar bermacam ilmu, antara lain kedokteran dan filsafat. Sekolah ini berurat, berakar di kota sampai berdirinya daulah Abbasiyah, seperti halnya Harran menjadi pusat kegiatan kebudayaan Yunani di Irak, di mana penduduknya berbicara dengan bahasa Arab.
Prestasi luar biasa ummat islam pada masa daulah Ummawiyahh yang dapat menaklukan wilayah-wilayah kerajaan Ramawi dan Persia, segera disusul dengan Prestasi yang lebih hebat lagi dalam penaklukan bidang ilmu pada abad berikutnya. Penelaahan ilmu yang dimulai sejak bani Ummayah menjadi usaha besar-besaran pada masa bani Abbas.
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh Khalifah Ja’far al-Mansur. Setelah ia mendirikan kota Bagdad (144 H/762 M) dan menjadikannya sebagai ibu kota negara. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di Bahhdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama, seperti fiqih, tafsir dan ilmu sejarah. Akan tetapi yang telah mendapat perhatian adalah penerjemahan buku ilmu yang berasal dari luar.
1.      Perkembangan Ilmu Naqli
Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Qur’an dan Hadits), yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama islam. Ilmu ini mulai disusun dasar perumusannya pada sekitar 200 Tahun setelah hijriyah Nabi hingga menjadi ilmu yang kita kenal sekarang. Ilmu ilmu tersebut diantaranya yaitu :
a)      Ilmu Tafsir
Al-Qur’an adalah sumber utama agama islam oleh karena itu, segala perilaku ummat islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa arab memahami arti yang terkandung didalamnya. Para sahabat yang menafsirkan. Yang pertama antara lain sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka’ab. Cara sahabat ini menafsirkan yaitu dengan menafsirkan ayat dengan hadits atau atsar atau kejadian yang mereka saksikan ketika ayat itu turun. Tafsir yang termasyhur yaitu tafsir ibu Jarir At-Thabary. Kemudian ketika kebangkitan ilmu pengetahuan memuncak maka memengaruhi pula penafsiran Al-Qur’an. Tafsir pada masa ini mencakup segala ilmu yang ada baik mengenai aliran keagamaan, penuturan tentang hukum, atau pun ilmu lain yang terkandung didalamnya seperti Tafsir Abu Yusuf Abu Salman al-Quswani.
Dengan demikian dari tafsir yang ada cara penafsirannya ada dua macam :
1)      Tafsir bil ma’tsur, yaitu meneafsirkan Al-Qur’an dengan hadits Nabi. Mufasir golongan ini yang masyur pada masa Abbasiyah antara lain :
-          Ibn Jarir at-Thabary dengan tafsirnya sebanyak 30 juz.
-          Ibn Athiyah al-Andalusi (Abu Muhamad bin Athiyah) 481-546 H.
-          As-Suda yang mendasarkan penafsirannya pada Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, dan para sahabat lainnya (Wafat 127 H).
2)      Tafsir bir Ra’yi, yaitu meneafsirkan Al-Qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung di dalamnya. Mufasir golongan ini yang termasyur pada masa Abbasiyah ialah :
-          Abu Bakar Asma (Mu’tazilah) wafat 240 H.
-          Abu Muslim Muhamad bin Nashr al-Isfahany (Mu’tazilah) wafat 322 H. Kitab tafsirnya 14 jilid.
b)      Ilmu Hadits
Hadits adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Karena kedudukannya itu, maka setiap abad ummat islam selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Usaha pelestarian dan pengembangannya.
c)      Ilmu Kalam
Lahirnya ilmu kalam karena dua faktor :
1)      Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh yang memakai senjata itu.
2)      Karena semua masalah tersebut masalah agama telah bergeser dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Kaum Mu’tazilah berjaza dan menciptakan ilmu kalam, karena mereka adalah pembela gigih terhadap islam dari serangan yahudi, Nasrani dan Wasani. Menurut riwayat, mereka mengirim juru-ruju dakwah ke segenap penjuru untuk menolak serangan musuh. Di antara pelopor dan ahli ilmu kalam yang terbesar yaitu Washil bin Atho, Abu Huzail al-Allaf, Abu Hasan al-Asyari, dan Imam Ghazali.
d)     Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah.inti ajarannya tekum beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta bersunyi diri beribadah. 
Bersamaan dengan lahirnya ilmu tasawuf muncul pula para ahli dan ulama-ulamanya, antara lain adalah :
1)      Al-Qusyairy (w.465 II), beliau alim dalam ilmu-ilmu fiqh, tafsir, hadits, ushul, adab, terutama tasawuf. Kitab beliau yang terkenal mengenai tasawuf adalah al-Raisalahul Qusy Airiyah.
2)      Syahabuddin, yaitu Abu Hafas Umar bin Muhamad Syahabuddin Sahrowardy, wafat di Bagdad 632 H. Kitab karangannya dalam ilmu tasawuf adalah Awariffu Ma’arif.
3)      Imam al-Ghazali, yaitu bin ahmmad Al-Ghazali. Kitab karangannya diantaranya : al-Basith, Maqasidul Falsafah, al-Munqizu Minad Dholal, Ihya Ulumuddin, Bidayatul Hidayah, Jawahirul Qur’an.
e)      Ilmu Bahasa
Yang dimaksud ilmu bahasa adalah nahwu, sharaf ma’ani, bayan, bad’i arudh, qamus, dan insya.
Ulama yang termasyhur pada masa ini yaitu :
1)      Sibawaihi, wafat 153 H
2)      Muaz al-Harro (w. 187 H) yang mula-mula membuat tashrif.
3)      Al-Kasai (w. 190 H) mengarang kitab tata bahasa
4)      Abu Usman al-Maziny (w. 249 H) karngannya banyak tentang nahwu.
f)       Ilmu Fiqh 
Zaman Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan tamadun islam telah melahirkan ahli-ahli hukum (fuqaha) yang tersohor dalam sejarah islam dengan kitab fiqh (hukum) yang terkenal sampai sekarang.[2]
2.      Ilmu Aqli
Dari Ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, pada alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan keahlian bidang-bidang ilmu pengetahuan.
a.       Para Ilmuan Bidang Ilmu Filsafat
1)      Al-Kindi, (194  - 260 H/809 – 875 M), buku karangannya sebanyak 236 judul.
2)      Al-Farabi, (wafat tahun 390 H/916 M), orang menyebutnaya Al-Farobius,
 karangannya yang masih tinggal 12 judul.
3)      Ibnu Bajah, (wafat tahun 523 H)
4)      Ibnu Thufail, (wafat tahun 581 H)
5)      Ibnu Shina, (370 – 428 H/980 – 1037 M), orang Eropa menyebutnya Avicena. Disamping seorang filosoh ia juga seorang doctor dan ahli music. Karangannya yang terkenal adalah:
a)      Shafa, 18 Jilid
b)      Najat
c)      Qonun
d)     Sadidiya, 5 Jilid
e)      Danas Nameh
f)       Majmul Hikmah, 10 Jilid
g)      Al-Qonun fi ath-Thib
6)      Al-Ghazali, (450-505 H/1058 – 1101 M), ia digelari sebagai Hujjatul Islam, buku karangannya berjumlah 70 judul. Karangannya adalah:
a)      Al-Munqiz Minadh Dhalal
b)      Tuhfatul Falsafiyah
c)      Mizanul Amal
d)     Tafsir Urjuza
e)      Al-Wajiz
f)       Mahkun Nazar
g)      Miyazul Ilmi
h)      Maqasidul Falasafiyah
7)      Ibnu Rusyd, (520 – 595 H/1126 – 1198 M), dibrat namanya dikenal Oveoes. Di antaranya buku karangannya yang dikenal adalah:
a)      Mabadiul Falasafiyah
b)      Kulliyat
c)      Tafsir Urjuja
d)     Kasful Alfillah
e)      Kitab Dogma-dogma lainnya
b.      Bidang Kedokteran
Pada masa Bani Abbasiyah, ada beberapa perguruan tinggi kedokteran yang dikenal, antara lain adalah:
1)      Sekolah tinggi kedokteran di Yunda Shapus.
2)      Sekolah tinggi kedokteran di Hirran, Syeria.
3)      Sekolah tinggi kedokteran di Baghdad.
Para dokter dan ahli kedokteran islam yang dikenal antara lain:
1)      Jabir Ibn Hayyan, (wafat tahun 161 H/778 M), sebagai bapak ilmu kimia.
2)      Hunain Ibn Ishaq, (194 – 264 H/810 – 878 M), ahli mata yang terkenal.
3)      Tabib Ibn Qurra, (221 – 228 H/836 – 901 M).
4)      Ar-Raji, (251 – 313 H/809 – 873 M).
c.       Bidang Matetamtika
Para ahli ilmu tersebut salaj satunya adalah Al-Khawarismi, penemu angka Nol. Muhammad Ibn Musa Al-Warismi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khuwarizm (sekarang khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850. Hamper sepanjang hidupnya, Ia bekerja sebagi dosen di sekolah kehormatan di Bagdad.
Buku pertamanya, Al-Jabar, adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai bapak Al-Jabar. Translasi bahasa latin dari aritmatika beliau, yang memperkenalkan angka india, kemudian dikenalkan sebagai system penomoran posisi decimal di dunia barat pada abad ke 12. Ia merefisi dan menyesuaikan Geogarafi Ptolemeus sebaik mengerjakkan tulisan-tulisan tentang astronimi dan astrologi.
Kontribusi beliau tidk hanya berdampak bear pada matematika, taetapi juga dalam kebahasaan. Kata Al-Jabar besasal dari kata Al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisma dan logaritma diambil dari kata Al-Gorismi, latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga diserap dalam bahasa spanyol Guarismo dan bahasa portugis, Algarismo yang berarti digid.
d.      Bidang seni Ukir
Dalam bidang ini, umat islam cukup terkenal degan hasil seninya pada botol tinta, papan catur, payung, fash, burung-burungan, pohon-pohonan. Beberapa seniman terkenal antara lain Badr dan Tariff.[3]

C.     Model Lembaga Pendidikan masa dinasti Abasiyah
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Banyak pula didirikan institute pendidikan, Al-Makmun berhasil menjadikan Baghdad sebagai kota pusat Ilmu Pengetahuan yang ramai dikunjungi oleh kota-kota diseluruh dunia. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berasal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah yaitu:
1.      Maktub atau Kuttab
Lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu Agama, seperti: Tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.[4]
2.      Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakan pusat penterjemahan buku-buku asing dan pusat pengajian yang didirikan oleh Harun Al-Rasyid.
3.      Madrasah Nizamiyah Madrasah Nizamiyah merupakan Institusi pendidikan tinggi dikota Naisabur yang didirikan oleh Bani Saljuk dan Mentri Nizam Al-Muluk.[5]
4.      Kedai-kedai Buku
Pada permulaannya masa Daulah Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dankebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab.Pada mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab yang telah ditulis dalam berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Mereka membeli dari para penulisnya kemudian menjualnya kepada siapayang berminat untuk mempelajarinya.
5.      Qusur atau pendidikan rendah
Di IstanaTimbulnya pendidikan rendah di Istana untuk anak-anak para pejabat adalahberdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah dewasa. Atas dasar  pemikiran tersebut khalifah dan keluarganya serta para pembesar lainnyamenyiapkan agar anak-anaknya sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungandan tugas-tugas yang akan diembannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggilguru-guru khusus untuk memberikan pendidikan pada anak-anak mereka.
Corak pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab-kuttab, pada umumnya di istana para orang tua siswa (pembesar istana)yang membuat rencana pelajaran selaras dengan anaknya dan tujuan yang ingindicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama dengan rencana pelajaran pada kuttab-kuttab yang lain hanya sedikit ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang tua mereka.
Guru yang mengajar di istana disebut sebagai Muaddib karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuanorang-orang terdahulu kepada anak-anak pejabat.
6.      Haloqah
artinya lingkaran. Halaqoh merupakan institusi pendidikan Islamsetingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan atau college. Institusi ini secara umumdikenal dengan system halaqoh. Sistem ini merupakan gambaran tipikal dari murid-murid yang berkumpul untuk belajar pada masa itu. Guru biasanya duduk diatas lantai sambil menerangkan, membaca karangannya, atau komentar orang lain terhadap suatu karya pemikiran. Murid-muridnya akan mendengarkan penjelasanguru dengan duduk diatas lantai yang melingkari gurunya.
Fenomena halaqoh ini sebagaimana yang dicatat oleh Al-Maqdisi ketika mengunjungi kota Susa. Ahli Geografi ini menemukan berbagai halaqoh ataulingkaran-lingkaran pendidikan di Palestina, Suriah, Mesir dan Faris. Ia jugamenemukan sekelompok pelajar yang berkumpul mengitari seorang guru ( faqih ), juga lingkaran pada pembaca Al-Quran dan karya sastra di masjid-masjid. ImamSyafii sendiri memiliki halaqoh semacam itu di Masjid Amr di kota Fustat.
7.      Masjid dan Jami’
Ketika rasulullah hijrah ke Madinah dengan semakin banyaknya pengikut Islam dan semakin kompleksnya masalah-masalah yang perlu dikaji, fungsi awalrumah sebagai wahana pendidikan dialihkan ke masjid-masjid seperti masjid Nabawi dan Quba, dijadikan pusat bagi segala aktifitas pendidikan,kemasyarakatan, kenegaraan dan keagamaan. Hal ini karena masjid dianggap sebagai institusi pendidikan yang merupakan instrumen yang pertama dan efektif untuk membantu transisi masyarakat Arab, dari masyarakat primitif menjadimasyarakat yang lebih maju.
Pada masa Bani Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Isla,masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya dilengkapidengan berbagai macam sarana dan fasilitas umum pendidikan. Hal ini menjadikan fungsi masjid tidak hanya sebagai sarana beribadah saja akan tetapi juga sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan.
8.      Rumah Kediaman Ulama
Pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini pada umumnya disebabkan ulama dan ahli hadis yang bersangkutan tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya.
Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan lain sebagainya. Ahmad Syalabi mengemukakan bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama dan para ahli tersebut adalah kerena terpaksadalam keadaan darurat, misalnya rumah Al-Ghazali setelah tidak mengajar dimadrasah Nidhamiyah dan menjalankan kehidupan sufi. Para pelajar terpaksadatang ke rumahnya karena kehausan akan ilmu pengetahuan dan terutama karena pendapatnya yang sangat menarik.
9.      Salu’n Al-Ada’biyah atau majelis Kesustraan
Philiph K. Hitti menyebut majlis ini sebagai majlis al-ada’b, yang diartikan secara harfiah sebagai lingkar sastra. Majlis ini bermula sejak zamanKhulafa Ar-Rashidun, dan pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rashidmajlis sastra ini mengalami kemajuan yang luar biasa.
Di bawah kekuasaan para khalifah pertama Bani Abbasiyah, seringdiselenggarakan berbagai kontes puisi, debat keagamaan dan konferensi pendidikan.
10.  Rumah Sakit
Pada masa tersebut, rumah sakit tidak hanya digunakan sebagai tempat merawat dan mengobati orang sakit saja. Akan tetapi rumah sakit juga berperan dalam pendidikan yang berhubungan dengan perawatan dan juga kedokteran. Dirumah sakit ini diadakan berbagai penelitian dan percobaan di bidang kedokteran dan farmasi. Rumah sakit ini juga menjadi tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit. Dan tidak jarang pula sekolah-sekolah kedokteran tersebut didirikan tidak terpisah dari rumah sakit. Jadi rumah sakit selain sebagai lembaga sosial juga berperan sebagai lembaga pendidikan.[6]
11.  Perpustakaan dan Akademik
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah Universitas, karena disamping terdapat kitab-kitab, disana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.[7]



BAB III
PENUTUP

Dapat disimpulkan bahwan pendidikan pada masa Daulat Bani Abbasiyah merupakan masa keemesan dalam bidang ilmu, Baghdad merupakan kota pusat ilmu pendidikan. masa Bani Abbasiyah lahirlah tokoh-tokoh Intelektual Muslim. Perkembangan ilmu sangat pesat pada masa itu bukan hanya ilmu Agama seperti: Fiqh, Tasawuf, Kalam, Hadits dan Tafsir) akan tetapi berkembang pula ilmu-ilmu lainnya seperti: ilmu filsafat, kedokteran, matematika, dan bidang seni ukir. Karena pada masa Bani Abbasiyah lahirlah tokoh-tokoh Intelektual Muslim. Lembaga-lembaga pendidikanpun mulai berkembang dan mengalami kemajuan, mulai adanya intitusi-institusi yang didirikan, dari mulai intitusi formal dan non formal, sehingga pada saat itu Baghdad merupakan pusat ilmu pendidikan yang ramai dikunjungi oleh para ilmuan di seluruh penjuru dunia.


DAFTAR PUSTAKA

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam”, Jakarta: Prenada Sindo, 2004, cet. II
Syukur NC, Fattah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Pt.Pustaka Rizky Putra, 2012, Cet. IV
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam diarah islamiyah II, Jakarta : Raja Wali pers, 2011





[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam diarah islamiyah II, (Jakarta : Raja Wali pers, 2011), hlm. 50
[2] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam”, (Jakarta: Prenada Sindo, 2004), cet. II, hlm. 73
[3] Fattah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang : Pt.Pustaka Rizky Putra, 2012), Cet. IV, hlm. 105
[4] Ibid, hlm. 54
[6] http://psikologip.blogspot.co.id/2012/01/lembaga-pendidikan-pada-masa-abassiyah.html
[7] Ibid, hlm. 55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar