Senin, 16 Januari 2017

TIPE SISTEM PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MODERN



TIPE SISTEM PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MODERN
Tugas ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas
Mata Kuliah : Antropologi Pendidikan
Pengampu : Puji Dwi Darmoko, S.Pd , M. Hum

 

Disusun Oleh :


Khiyarotun Nihlatin Jannah      ( 3130009 )

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ( STIT )
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
PEMALANG
2014-2015





ABSTRAK

Setiap individu dalam masyarakat merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk mendukung dan melancarkan kegiatan pembangunan dalam masyarakat tersebut. Manusia sebagai individu, sebagaimana kodratnya memiliki sifat baik maupun buruk. Sifat-sifat yang kurang baik inilah perlu dibina dan dirubah sehingga melahirkan sifat-sifat yang baik lalu dibina dan dikembangkan. Proses perubahan dan pembinaan tersebut disebut dengan pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan.[1]
Dalam prespektif antropologis, pendidikan merupakan gejala budaya. Dalam demikian, menurut para antropolog, pendidikan adalah setiap sistem budaya atau intruksi intelektual yang formal atau semiformal. Pendidikan adalah ciri masyarakat manusia yang universal. Walaupun sebagai universalitas kebudayaan., sifat spesifiknya sangat berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.[2]
Ada banyak sekali tipe system pendidikan di masyarakat yang di kemukakan oleh beberapa ahli salah satunya adalah system penpendidikan secara tradisional dan modern yang sering kita dengar di masyarakat.







A.    Tipe-tipe Sistem Pendidikan di Masyarakat
Randall Collin (1977) mengemukakan tiga tipe dasar pendidikan yang di temukan di seluruh masyarakat dunia, yaitu (1) pendidikan keterampilan praktis, (2) pendidikan keanggotaan kelompok status, (3) pendidikan birokratis.
1.      Pendidikan keterampilan praktis
Pendidikan keterampilan praktis dirancang untuk memberikan keterampilan dan kemampuan teknis tertentu yang dipandang penting dalam melakukan kegiatan-kegiatan pekerjaan lain. Pendidikan ini didasarkan pada bentuk pengajaran guru-magang (master-apprentice). Pada hakikatnya, jenis pendidikan ini merupakan satu-satunya sistem pendidikan pada masyarakat primitif, tetapi diumpai pula dalam masyarakat agraris dan-sampai tingkat tertentu-ditemukan dalam masyarakat industri modern.
Pada masyarakat primitif, pertukangan, seperti pekerjaan mengelola logam dan lain-lain, pada umunya dipelajari melaui pemagangan. Dalam peradaban agraris, pemagangan juga merupakan basis untuk mengalihkan peranan-peranan pekerjaan seperti dokter,insiyur konstruksi dan arsitek.
Salah satu keterampilan penting masyarakat primitif yang diajarkan secara formal ialah baca-tulis (literacy). Latihan baca-tulis formal telah dimulai di Mesopotamia kuno dan Mesir. Pada waktu itu telah dibangun sekolah-sekolah khusus untuk melatih anak-anak karier sebagai penulis.
Pendidikan keterampilan-praktis menarik perhatian karena beragam ritual yang khas pada pendidikan birokratis dan tidak ada kelompok status. Disini, tidak diperlukan pengawasa, ujian satu-satunya yang layak untuk keefektifan tipe pendidikan ini ialah keberhasilan dalam praktik
2.      Pendidikan kelompok status
Pendidikan kelompok status bersifat seremonial, estetik, dan terlepas dari kegiatan-kegiatan praktis. Ritualnya jarang mempunyai peringkat yang dramatis di dalam kelompok. Tidak ada kenaikan kelas, uji kompetitif, dan kenaikan drajat. Perbedaan utama adalah di antara orang-dalam dan orang-luar., bukan diantara anggota-anggota kelompok. Sering tidak diperlukan pengawas formal. Tidak adanya derajat formal mencerminkan kenyataan bahwa pencapaian kebudayaan kelompok status merupakan tujuan pendidikan.[3]
3.      Pendidikan birokrasi
Pendidikan birokrasi diciptakan oleh pemerintah untuk dua tujuan. Pertama, sebagai alat seleksi untuk merekrut orang-orang untuk mengisi posisi di pemerintahan. Kedua, sebagai cara menyosialisasikan dan mendisiplinkan massa agar memenagkan tuntukan politik mereka. Tipe pendidikan ini pada umumnya memberikan penekanan pada ujian, syarat kehadiran, peringkat, dan derajat.
Pendidikan birokrasi bersifat umum di berbagai peradaban besar, khusunya pada peradaban yang memiliki birokrasi yang sempurna. Inti sistem pendidikan ini adalah sistem ujian. Ujian-ujian yang ketat harus dilewati agar individu-individu individu-individu itu dapat memasuki posisi-posisi penting dalam birokrasi pemerintahan. Semakin tinggi suatu posisi, semakin rumit rangkaian ujian yang harus ditempuh oleh seorang calon. Biasanya hanya sebagian kecil dari calon-calon sarjana yang lulus pada setiap ujian.
Pendidikan birokratis juga telah menjadi ciri khas masyarakat yang lebih kontemporer. Collins (1977: 19) menyebutkan bahwa perkembangan sistem sekolah modern timbul dari adanya konsolidasi negara-negara birokrasi Eropa yang kuat dan tidak tergantung pada gereja katolik. Sistem-sistem sekolah sekuler itu mengajar dalam bahasa nasional, bukannya dalam bahasa Latin gereja Panefora. Negara Prusia yang birokratis secara ketat dan ekspansif secara militer memimpin jalan, pada abad ke-17, dalam membangun sekolah umum pada tingkat dasar dan universitas serta mengangkat pejabat-pejabat negara yang berasal dari lulusan universitas.
Tipe-tipe pendidikan berbeda diatas sering ada di dalam masyarakat yang sama. Masyarakat agraris misalnya, menggabungkan ketiga tipe itu, meskipun ada tipe yang diberi penekanan lebih dari yang tipe lainnya. Masyarakat industri modern mempunyai sistem pendidikan yang merupakan kombinasi pendidikan kelompok status dan birokrasi, dengan prioritas pendidikan birokrasi.[4]
B.      Sistem Pendidikan Msyarakat tradisional
Tradisionalisme merupakan reaksi dari perkembangan sosial yang cepat dan tidak mampu dihadapi, sehingga nilai-nilai tradisional dianggap perlu dibangkitkan kembali. Ciri utama pendidikan tradisional termasuk : (1) anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu, (2) mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan berdasarkan umur, (3) anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu, (4) mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran, (5) prinsipsekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang sudahada, (6) guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudahditetapkan, (7) sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks, (8)promosi tergantung pada penilaian guru, (9) kurikulum berpusat pada subjek pendidik, (10)bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks.
Menurut Vernon Smith, pendidikan tradisional didasarkan pada beberapa asumsi yang umumnya diterima orang meski tidak disertai bukti keandalan atau kesahihan.Umpamanya: 1). ada suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang mesti dipelajari anak-anak; 2). tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk mempelajari unsur-unsurini adalah sekolah formal, dan 3). cara terbaik supaya anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan usia mereka. Ciri yang dikemukan Vernon Smith ini juga dialami oleh pendidikan Islam di Indonesia sampai dekade ini. Misalnya : Sebagian Pesantren, Madrasah, dan lembaga-lembaga pendidikanIslam yang lain masih menganut sistem lama, kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan konteks atau relevansi dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali memperhatika dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran berorientasi atau berpusat pada guru. Paradigma pendidikan tradisional bukan merupakan sesuatu yang salah atau kurang baik, tetapi modelpendidikan yang berkembang dan sesuai dengan zamannya, yang tentu juga memiliki kelebihandan kelemahan dalam memberdayakan manusia, apabila dipandang dari era modern ini.
Salah satu contoh pendidikan tradisonal adalah pesantren. Pada mulanya, pesantren yangada masih bersifat salafiah (tradisional) dan hanya mengajarkan ilmu agama seperti fikih,tasawuf, dan akidah dengan kitab kuning sebagai rujukannya. Untuk keperluan ini para kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat-tempat khusus yang terdapat di kiri-kanan masjid. Aktivitas yang dilakukan dinamakan pengajian. Lembaga pengajian ini kelak berkembang menjadi lembaga pesantren. Menurut Nawawi (2006) dan Siregar (1996) dalam pertumbuhannya, pondok pesantren telah mengalami beberapa fase perkembangan. Ada 5 macam pola fisik pondok pesantren, sebagai berikut. (i) Pondok pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah Kiai. Pondok pesantren bersifat sederhana sekali, Kiai mempergunakannya untuk tempat mengajar, santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu sendiri, (ii) Pondok pesantren selain masjid dan rumah Kiai, juga telah memiliki pondok atau asrama tempat menginap para santri, (iii) Pola ini, di samping memiliki kedua pola tersebut di atas dengan system weton dan sorogan, pondok pesantren ini telah menyelenggarakan sistem pendidikan formal seperti madrasah, (iv) Pola ini selain memiliki pola-pola tersebut di atas, juga telah memiliki tempat untuk pendidikan keterampilan, seperti peternakan, dan perkebunan, dan (v)Dalam pola ini, di samping memiliki pola keempat tersebut, juga terdapat bangunan-bangunan seperti: perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, dan toko.Walaupun tiap pesantren mempunyai ciri yang khas, namun ada beberapa prinsip dasarpendidikannya, yang tetap sama yaitu; (i) Adanyahubungan yang akrab antara santri dan Kiai, lebih bebas dan saling membutuhkan, (ii) Santri taatdan patuh kepada Kiainya, karena kebijaksanaan yang dimiliki oleh Kiai, (iii) Santri hidup secara mandiri dan sederhana, kehidupan antara santri sangat demokratis, (iv) Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan, (v) Para santri terlatih hidup berdisiplin dantirakat, (vi) Di samping pelajaran agama pesantren juga mengajarkan idealisme, persaudaraandan kesamaan serta rasa percaya diri.[5]
C.     Sistem pendidikan di Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga disebut masyarakat kota. Namun tidak semua masyarakat kota tidak dapat disebut masyarakat modern,sebab orang kota tidak memiliki orientasi ke masa kini, misalnya gelandangan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan munculnya perubahan dalam masyarakat Masyarakat modern dalam lingkungan kebudayan ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi untuk menghadapi keadaan sekitarnya.
Dalam masyarakat modern segala sesuatu diusahakan atau dikerjakan dengan sungguh-sungguh serta rasional sehingga menyebabkan selalu timbul pertanyaan dalam masyarakat apakah kegunaan sesuatu bagi usaha menguasai lingkungan sekitarnya. Akibat dari kehidupan tersebut, maka akan timbul sikap dalam masyarakat modern, diantaranya :
1.      Terlalu percaya dengan peralatan dan teknik yang berjalan secara mekanis sebagai satu hasil pemikiran manusia (Ilmu pengetahuan). Dalam hal ini masyarakat tergolong dalam paham positivism
2.      Berbuat dan bertindak sesuai dengan rencana yang terperinci sehingga tidak jarang manusia dikendalikan oleh rencana yang disusunnya.
3.      Timbul rasa kehilangan orientasi dan jati diri yang dapat melemahkan kehidupan bathin dan keagamaan.
Tanpa disadari masyarakat modern semakin tergantung pada alat dan teknologi yang diciptakan untuk menguasai dunia sekitarnya. Tidak jarang mereka kehilangan identitas karena sudah dikuasai oleh mekanisme yang mereka ciptakan sehingga mereka hidup tanpa jiwa dan tanpa kekuasaan. Dalam masyarakat modern (komplek – penduduk rapat) kompleksitas dan kerapatan penduduk yang tinggi membuat mereka kurang sensitif terhadap emosional mereka  apalagi masalah keagamaan mereka. Mereka cenderung ragu-ragu dalam memilih kepercayaan.
Yang paling fundamental dalam masyarakat modern adalah kepercayaan akan kemajuan ilmu pengetahuan. Bagi mereka, masa depan bersifat terbuka. Mereka percaya bahwa kondisi kemanusiaan, fisik, spiritual dapat diperbaiki dengan penggunaan sain dan teknologi. Beberapa akibat dari kehidupan masyarakat modern adalah mereka terasing secara kehidupan sosial yang disebabkan oleh pertumbuhan urbanisme yang mendorong mobilitas dan melemahkan ikatan-ikatan kekeluargaan.[6]
Sistem pendidikan industri modern muncul pada abad ke-19, Ada dua tipe pendidikan modern yang relatif memiliki perbedaan mencolok waktu itu. Pertama,  diseluruh Eropa barat berkembang sistem-sistem pendidikan yang dikenal dengan istilah mobilitas yang disponsori (sponsored-mobility). Sistem mobilitas yang disponsori ini menempatkan para siswa dalam salah satu dari dua jalur pendidikan sejak dini. Sebagian kecil siswa ditempatkan dalam jalur universitas dengan penyediaan kesempatan kerja yang relevan dengan jalur tersebut. Adapun mayoritas ditempatkan kedalam jalur yang diakhiri dengan pendidikan vokasional. Kedua, di masyarakat modern, bahkan pada tingkat tertentu di Uni Soviet dan Jepang, muncul pendidikan yang dinamai dengan mobiitas kontes (contest-mobility). Jenis sistem ini tidak mempunyai penyaluran resmi, meskipun terdapat semacam penelusuran minat secara informal dan tersembunyi, dan terdapat kompetisi terbuka untuk mencapai pendidikan yang maju.
Semua sistem pendidikan modern mengalami pertumbuhan dan eksoansi yang substansial pada abad ke-19. Akan tetapi, sistem pendidikan Amerika telah maju dengan skala yang sudah jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan lainnya. Masyarakat modern untuk beberapa waktu telah mempunyai sistem pendidikan paling masif didunia. Semua pemuda melanjutkan pendidikannya ke pendidikan menengah, dan lebih dari setengah lulusan sekolah menengah atas memasuki perguruan tinggi. Masyarakat modern mempunyai jumlah perguruan tinggi dan universitas yang banyak dibandingkan negara lain di dunia ini.
Pada awal abad ke-19, di Amerika sedikit terdapat pendidikan formal. Hanya, sejumlah kecil mahasiswa dari kalangan elite mengikuti pendidikan tinggi yang ada. Itu pun banyak yang tidak selesai. Pada masa itu tidak ada sistem pendidikan dasar dan menengah milik pemerintah. Kira-kira pertengahan abad ke-19, sekolah dasar negeri pertama dibentuk. Pendidikan dasar dengan cepat tumbuh di negara ini. Adapun pendidikan menengah negeri baru didirikan pada pertengahan kedua abad itu, walaupun dirancang untuk melayani fungsi persiapan perguruan tinggi. Akan tetapi, sedikit sekali siswa yang mendaftar. Awal abad ke-20 terjadi korvensi sekolah menengah dari persiapan perguruan tinggi menjadi lembaga massa, dan pendaftaran pun melonjak. Filosofi dan teknik pendidikan yang baru diperkenalkan untuk mengurus jenis sekolah menengah atas yang mulai bermunculan. Perubahan besar lainnya dalam pendidikan Amerika terjadi sesudah perang Dunia II. Selama periode ini, pendaftaran ke perguruan tinggi meningkat secara dramatis. Pada tahun 1940 hanya 16% dari lulusan sekolah menengah atas yang meneruskan ke perguruan tinggi. Akan tetapi, pada tahun 1980, kira-kira 57% yang meneruskan.[7]
D.    Penutup
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Satu perbedaan yang sangat mendasar antara pendidikan dalam masyarakat tradisional dengan masyarakat modern adalah pergeseran dari kebutuhan individu untuk mempelajari sesuatu yang disetujui oleh setiap orang untuk kelangsungan hidupnya baik masa sekarang maupun masa akan datang. Semakin besar pengetahuan dan kompleks keterampilan yang akan dipelajari maka  semakin lama waktu diperlukan untuk kelangsungan kehidupan bermasyarakat.







DAFTAR PUSTAKA

Suntana, Mahmud dan Ija, Antropologi Pendidikan, Bandung:Pustaka Setia, 2012.

UU Sisdiknas Tahun 2003


[1] UU Sisdiknas Tahun 2003
[2] Mahmud dan Ija Suntana, Antropologi Pendidikan, (Bandung:Pustaka Setia, 2012), hlm. 113
[3] Ibid, hlm. 114
[4] Ibid, hlm. 116
[7] Ibid, hlm. 117

Tidak ada komentar:

Posting Komentar