TIPE SISTEM
PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MODERN
Tugas ini
disusun untuk memenuhi sebagian tugas
Mata Kuliah : Antropologi Pendidikan
Pengampu : Puji Dwi Darmoko, S.Pd , M. Hum
Disusun Oleh :
Khiyarotun Nihlatin Jannah
( 3130009 )
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ( STIT )
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
PEMALANG
2014-2015
ABSTRAK
Setiap
individu dalam masyarakat merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk
mendukung dan melancarkan kegiatan pembangunan dalam masyarakat tersebut.
Manusia sebagai individu, sebagaimana kodratnya memiliki sifat baik maupun
buruk. Sifat-sifat yang kurang baik inilah perlu dibina dan dirubah sehingga
melahirkan sifat-sifat yang baik lalu dibina dan dikembangkan. Proses perubahan
dan pembinaan tersebut disebut dengan pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan.[1]
Dalam prespektif
antropologis, pendidikan merupakan gejala budaya. Dalam demikian, menurut para
antropolog, pendidikan adalah setiap sistem budaya atau intruksi intelektual
yang formal atau semiformal. Pendidikan adalah ciri masyarakat manusia yang
universal. Walaupun sebagai universalitas kebudayaan., sifat spesifiknya sangat
berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.[2]
Ada banyak sekali tipe system pendidikan di
masyarakat yang di kemukakan oleh beberapa ahli salah satunya adalah system penpendidikan
secara tradisional dan modern yang sering kita dengar di masyarakat.
A.
Tipe-tipe Sistem Pendidikan di Masyarakat
Randall Collin (1977) mengemukakan tiga tipe dasar
pendidikan yang di temukan di seluruh masyarakat dunia, yaitu (1) pendidikan
keterampilan praktis, (2) pendidikan keanggotaan kelompok status, (3)
pendidikan birokratis.
1.
Pendidikan keterampilan praktis
Pendidikan keterampilan praktis
dirancang untuk memberikan keterampilan dan kemampuan
teknis tertentu yang dipandang penting dalam melakukan kegiatan-kegiatan
pekerjaan lain. Pendidikan ini didasarkan pada bentuk pengajaran guru-magang (master-apprentice).
Pada hakikatnya, jenis pendidikan ini merupakan satu-satunya sistem pendidikan
pada masyarakat primitif, tetapi diumpai pula dalam masyarakat agraris
dan-sampai tingkat tertentu-ditemukan dalam masyarakat industri modern.
Pada masyarakat
primitif, pertukangan, seperti pekerjaan mengelola logam dan lain-lain, pada
umunya dipelajari melaui pemagangan. Dalam peradaban agraris, pemagangan juga
merupakan basis untuk mengalihkan peranan-peranan pekerjaan seperti
dokter,insiyur konstruksi dan arsitek.
Salah satu
keterampilan penting masyarakat primitif yang diajarkan secara formal ialah
baca-tulis (literacy). Latihan baca-tulis formal telah dimulai di
Mesopotamia kuno dan Mesir. Pada waktu itu telah dibangun sekolah-sekolah
khusus untuk melatih anak-anak karier sebagai penulis.
Pendidikan
keterampilan-praktis menarik perhatian karena beragam ritual yang khas pada
pendidikan birokratis dan tidak ada kelompok status. Disini, tidak diperlukan
pengawasa, ujian satu-satunya yang layak untuk keefektifan tipe pendidikan ini
ialah keberhasilan dalam praktik
2.
Pendidikan kelompok status
Pendidikan kelompok status bersifat seremonial, estetik,
dan terlepas dari kegiatan-kegiatan praktis. Ritualnya jarang mempunyai
peringkat yang dramatis di dalam kelompok. Tidak ada kenaikan kelas, uji
kompetitif, dan kenaikan drajat. Perbedaan utama adalah di antara orang-dalam
dan orang-luar., bukan diantara anggota-anggota kelompok. Sering tidak
diperlukan pengawas formal. Tidak adanya derajat formal mencerminkan kenyataan
bahwa pencapaian kebudayaan kelompok status merupakan tujuan pendidikan.[3]
3.
Pendidikan birokrasi
Pendidikan birokrasi diciptakan oleh pemerintah untuk dua
tujuan. Pertama, sebagai alat seleksi untuk merekrut orang-orang untuk
mengisi posisi di pemerintahan. Kedua, sebagai cara menyosialisasikan
dan mendisiplinkan massa agar memenagkan tuntukan politik mereka. Tipe
pendidikan ini pada umumnya memberikan penekanan pada ujian, syarat kehadiran,
peringkat, dan derajat.
Pendidikan birokrasi
bersifat umum di berbagai peradaban besar, khusunya pada peradaban yang
memiliki birokrasi yang sempurna. Inti sistem pendidikan ini adalah sistem
ujian. Ujian-ujian yang ketat harus dilewati agar individu-individu
individu-individu itu dapat memasuki posisi-posisi penting dalam birokrasi pemerintahan.
Semakin tinggi suatu posisi, semakin rumit rangkaian ujian yang harus ditempuh
oleh seorang calon. Biasanya hanya sebagian kecil dari calon-calon sarjana yang
lulus pada setiap ujian.
Pendidikan birokratis
juga telah menjadi ciri khas masyarakat yang lebih kontemporer. Collins (1977:
19) menyebutkan bahwa perkembangan sistem sekolah modern timbul dari adanya
konsolidasi negara-negara birokrasi Eropa yang kuat dan tidak tergantung pada
gereja katolik. Sistem-sistem sekolah sekuler itu mengajar dalam bahasa
nasional, bukannya dalam bahasa Latin gereja Panefora. Negara Prusia yang
birokratis secara ketat dan ekspansif secara militer memimpin jalan, pada abad
ke-17, dalam membangun sekolah umum pada tingkat dasar dan universitas serta
mengangkat pejabat-pejabat negara yang berasal dari lulusan universitas.
Tipe-tipe
pendidikan berbeda diatas sering ada di dalam masyarakat yang sama. Masyarakat
agraris misalnya, menggabungkan ketiga tipe itu, meskipun ada tipe yang diberi
penekanan lebih dari yang tipe lainnya. Masyarakat industri modern mempunyai
sistem pendidikan yang merupakan kombinasi pendidikan kelompok status dan
birokrasi, dengan prioritas pendidikan birokrasi.[4]
B.
Sistem Pendidikan
Msyarakat tradisional
Tradisionalisme
merupakan reaksi dari perkembangan sosial yang cepat dan tidak mampu dihadapi,
sehingga nilai-nilai tradisional dianggap perlu dibangkitkan kembali. Ciri
utama pendidikan tradisional termasuk : (1) anak-anak biasanya dikirim ke
sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu, (2) mereka kemudian
dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan berdasarkan umur, (3)
anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu
itu, (4) mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran, (5) prinsipsekolah
otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku
yang sudahada, (6) guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada
kurikulum yang sudahditetapkan, (7) sebagian besar pelajaran diarahkan oleh
guru dan berorientasi pada teks, (8)promosi tergantung pada penilaian guru, (9)
kurikulum berpusat pada subjek pendidik, (10)bahan ajar yang paling umum
tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks.
Menurut Vernon Smith,
pendidikan tradisional didasarkan pada beberapa asumsi yang umumnya diterima
orang meski tidak disertai bukti keandalan atau kesahihan.Umpamanya: 1). ada
suatu kumpulan pengetahuan dan keterampilan penting tertentu yang mesti
dipelajari anak-anak; 2). tempat terbaik bagi sebagian besar anak untuk
mempelajari unsur-unsurini adalah sekolah formal, dan 3). cara terbaik supaya
anak-anak bisa belajar adalah mengelompokkan mereka dalam kelas-kelas yang
ditetapkan berdasarkan usia mereka. Ciri yang dikemukan Vernon Smith ini juga
dialami oleh pendidikan Islam di Indonesia sampai dekade ini. Misalnya :
Sebagian Pesantren, Madrasah, dan lembaga-lembaga pendidikanIslam yang lain
masih menganut sistem lama, kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus
diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan konteks
atau relevansi dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali
memperhatika dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran
berorientasi atau berpusat pada guru. Paradigma pendidikan tradisional bukan
merupakan sesuatu yang salah atau kurang baik, tetapi modelpendidikan yang
berkembang dan sesuai dengan zamannya, yang tentu juga memiliki kelebihandan
kelemahan dalam memberdayakan manusia, apabila dipandang dari era modern ini.
Salah satu contoh pendidikan tradisonal
adalah pesantren. Pada mulanya, pesantren yangada masih bersifat salafiah
(tradisional) dan hanya mengajarkan ilmu agama seperti fikih,tasawuf, dan
akidah dengan kitab kuning sebagai rujukannya. Untuk keperluan ini para kiai
menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat-tempat khusus yang
terdapat di kiri-kanan masjid. Aktivitas yang dilakukan dinamakan pengajian.
Lembaga pengajian ini kelak berkembang menjadi lembaga pesantren. Menurut
Nawawi (2006) dan Siregar (1996) dalam pertumbuhannya, pondok pesantren telah
mengalami beberapa fase perkembangan. Ada 5 macam pola fisik pondok pesantren,
sebagai berikut. (i) Pondok pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah
Kiai. Pondok pesantren bersifat sederhana sekali, Kiai mempergunakannya untuk
tempat mengajar, santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu sendiri,
(ii) Pondok pesantren selain masjid dan rumah Kiai, juga telah memiliki
pondok atau asrama tempat menginap para santri, (iii) Pola ini, di samping
memiliki kedua pola tersebut di atas dengan system weton dan sorogan, pondok pesantren ini telah
menyelenggarakan sistem pendidikan formal seperti madrasah, (iv) Pola ini
selain memiliki pola-pola tersebut di atas, juga telah memiliki tempat untuk
pendidikan keterampilan, seperti peternakan, dan perkebunan, dan (v)Dalam pola
ini, di samping memiliki pola keempat tersebut, juga terdapat bangunan-bangunan
seperti: perpustakaan, dapur umum, ruang makan, kantor administrasi, dan
toko.Walaupun tiap pesantren mempunyai ciri yang khas, namun ada beberapa
prinsip dasarpendidikannya, yang tetap sama yaitu; (i) Adanyahubungan yang
akrab antara santri dan Kiai, lebih bebas dan saling membutuhkan, (ii) Santri
taatdan patuh kepada Kiainya, karena kebijaksanaan yang dimiliki oleh Kiai,
(iii) Santri hidup secara mandiri dan sederhana, kehidupan antara santri sangat
demokratis, (iv) Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh
persaudaraan, (v) Para santri terlatih hidup berdisiplin dantirakat, (vi) Di
samping pelajaran agama pesantren juga mengajarkan idealisme, persaudaraandan kesamaan
serta rasa percaya diri.[5]
C.
Sistem pendidikan di Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat
yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke
kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat modern tinggal di
daerah perkotaan, sehingga disebut masyarakat kota. Namun tidak semua
masyarakat kota tidak dapat disebut masyarakat modern,sebab orang kota tidak
memiliki orientasi ke masa kini, misalnya gelandangan. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan munculnya perubahan dalam
masyarakat Masyarakat modern dalam lingkungan kebudayan ditandai dengan
perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi untuk menghadapi keadaan sekitarnya.
Dalam masyarakat modern segala
sesuatu diusahakan atau dikerjakan dengan sungguh-sungguh serta rasional
sehingga menyebabkan selalu timbul pertanyaan dalam masyarakat apakah kegunaan
sesuatu bagi usaha menguasai lingkungan sekitarnya. Akibat dari kehidupan tersebut,
maka akan timbul sikap dalam masyarakat modern, diantaranya :
1. Terlalu percaya dengan peralatan dan
teknik yang berjalan secara mekanis sebagai satu hasil pemikiran manusia (Ilmu
pengetahuan). Dalam hal ini masyarakat tergolong dalam paham positivism
2. Berbuat dan bertindak sesuai dengan
rencana yang terperinci sehingga tidak jarang manusia dikendalikan oleh rencana
yang disusunnya.
3. Timbul rasa kehilangan orientasi dan
jati diri yang dapat melemahkan kehidupan bathin dan keagamaan.
Tanpa disadari masyarakat modern
semakin tergantung pada alat dan teknologi yang diciptakan untuk menguasai
dunia sekitarnya. Tidak jarang mereka kehilangan identitas karena sudah
dikuasai oleh mekanisme yang mereka ciptakan sehingga mereka hidup tanpa jiwa
dan tanpa kekuasaan. Dalam masyarakat modern (komplek – penduduk rapat)
kompleksitas dan kerapatan penduduk yang tinggi membuat mereka kurang sensitif
terhadap emosional mereka apalagi masalah keagamaan mereka. Mereka
cenderung ragu-ragu dalam memilih kepercayaan.
Yang paling fundamental dalam
masyarakat modern adalah kepercayaan akan kemajuan ilmu pengetahuan. Bagi
mereka, masa depan bersifat terbuka. Mereka percaya bahwa kondisi kemanusiaan,
fisik, spiritual dapat diperbaiki dengan penggunaan sain dan teknologi.
Beberapa akibat dari kehidupan masyarakat modern adalah mereka terasing secara
kehidupan sosial yang disebabkan oleh pertumbuhan urbanisme yang mendorong
mobilitas dan melemahkan ikatan-ikatan kekeluargaan.[6]
Sistem pendidikan industri modern muncul pada abad ke-19,
Ada dua tipe pendidikan modern yang relatif memiliki perbedaan mencolok waktu
itu. Pertama, diseluruh Eropa
barat berkembang sistem-sistem pendidikan yang dikenal dengan istilah mobilitas
yang disponsori (sponsored-mobility). Sistem mobilitas yang disponsori
ini menempatkan para siswa dalam salah satu dari dua jalur pendidikan sejak
dini. Sebagian kecil siswa ditempatkan dalam jalur universitas dengan
penyediaan kesempatan kerja yang relevan dengan jalur tersebut. Adapun
mayoritas ditempatkan kedalam jalur yang diakhiri dengan pendidikan vokasional.
Kedua, di masyarakat modern, bahkan pada tingkat tertentu di Uni Soviet
dan Jepang, muncul pendidikan yang dinamai dengan mobiitas kontes (contest-mobility).
Jenis sistem ini tidak mempunyai penyaluran resmi, meskipun terdapat semacam
penelusuran minat secara informal dan tersembunyi, dan terdapat kompetisi
terbuka untuk mencapai pendidikan yang maju.
Semua sistem
pendidikan modern mengalami pertumbuhan dan eksoansi yang substansial pada abad
ke-19. Akan tetapi, sistem pendidikan Amerika telah maju dengan skala yang
sudah jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan lainnya. Masyarakat modern
untuk beberapa waktu telah mempunyai sistem pendidikan paling masif didunia.
Semua pemuda melanjutkan pendidikannya ke pendidikan menengah, dan lebih dari
setengah lulusan sekolah menengah atas memasuki perguruan tinggi. Masyarakat
modern mempunyai jumlah perguruan tinggi dan universitas yang banyak
dibandingkan negara lain di dunia ini.
Pada awal abad
ke-19, di Amerika sedikit terdapat pendidikan formal. Hanya, sejumlah kecil
mahasiswa dari kalangan elite mengikuti pendidikan tinggi yang ada. Itu pun
banyak yang tidak selesai. Pada masa itu tidak ada sistem pendidikan dasar dan
menengah milik pemerintah. Kira-kira pertengahan abad ke-19, sekolah dasar
negeri pertama dibentuk. Pendidikan dasar dengan cepat tumbuh di negara ini.
Adapun pendidikan menengah negeri baru didirikan pada pertengahan kedua abad
itu, walaupun dirancang untuk melayani fungsi persiapan perguruan tinggi. Akan
tetapi, sedikit sekali siswa yang mendaftar. Awal abad ke-20 terjadi korvensi
sekolah menengah dari persiapan perguruan tinggi menjadi lembaga massa, dan
pendaftaran pun melonjak. Filosofi dan teknik pendidikan yang baru
diperkenalkan untuk mengurus jenis sekolah menengah atas yang mulai
bermunculan. Perubahan besar lainnya dalam pendidikan Amerika terjadi sesudah
perang Dunia II. Selama periode ini, pendaftaran ke perguruan tinggi meningkat
secara dramatis. Pada tahun 1940 hanya 16% dari lulusan sekolah menengah atas
yang meneruskan ke perguruan tinggi. Akan tetapi, pada tahun 1980, kira-kira
57% yang meneruskan.[7]
D. Penutup
Dari
uraian di atas dapat di simpulkan bahwa Satu perbedaan yang sangat mendasar antara pendidikan dalam
masyarakat tradisional dengan masyarakat modern adalah pergeseran dari
kebutuhan individu untuk mempelajari sesuatu yang disetujui oleh setiap orang
untuk kelangsungan hidupnya baik masa sekarang maupun masa akan datang. Semakin
besar pengetahuan dan kompleks keterampilan yang akan dipelajari maka
semakin lama waktu diperlukan untuk kelangsungan kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/45067367/PENDIDIKAN-TRADISIONAL#scribd,
Adnan, selasa, 6 Agustus 2015
http://sriwahyuwidyaningsih.blogspot.co.id/2013/08/pendidikan-dalam-masyarakat-modern-dan.html, selasa, 6 Oktober 2015
http://www.scribd.com/doc/45067367/PENDIDIKAN-TRADISIONAL#scribd,
Suntana Adnan, selasa, 6 Agustus 2015
Suntana,
Mahmud dan Ija, Antropologi Pendidikan,
Bandung:Pustaka Setia, 2012.
UU
Sisdiknas Tahun 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar